Hari Ini, Dua Mantan Direktur LPEI Diperiksa KPK

oleh

Jakarta, KRsumsel.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua mantan direktur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Jumat (11/4) sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kredit.

“Atas nama BC, mantan Direktur LPEI. Dan SM, mantan Direktur LPEI,”kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada jurnalis di Jakarta, Jumat (11/4). BC diketahui merupakan Bachrul Chairi yang sempat menjabat sebagai Ketua Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan.

Sementara, SM merupakan Susiwijono Moegiarso, dan saat ini menjabat sebagai Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Dengan demikian, selama sepekan atau hingga Jumat tercatat KPK telah memanggil empat saksi dalam kasus LPEI tersebut.

Sebelumnya, pada Kamis (10/4), KPK memanggil dan telah memeriksa mantan Direktur LPEI Hadiyanto dan Robert Pakpahan. Hadiyanto pada beberapa waktu lalu pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, sedangkan Robert merupakan mantan Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu.

Baca juga: Masyarakat Pilih Beli Emas karena Keuntungan Investasi Lebih Besar

KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka, yakni dua orang dari LPEI dan tiga orang dari pihak debitur PT Petro Energy. Dua tersangka dari LPEI, yakni Direktur Pelaksana 1 LPEI Wahyudi dan Direktur Pelaksana 4 LPEI Arif Setiawan.

Adapun tiga tersangka dari pihak debitur PT Petro Energy (PE), yakni Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT PEJimmy Masrin, Direktur Utama PT PE Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT PE Susi Mira Dewi Sugiarta.

Kasus tersebut diduga bermula dari terjadinya benturan kepentingan antara Direktur LPEI dengan debitur dari PT PE, yakni dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.

Kemudian, Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP, dan tetap memerintahkan bawahannya untuk memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.

PT PE lantas diduga memalsukan dokumen purchase order (pesanan pembelian), dan invoice (faktur) yang mendasari pencairan fisik. Pemberian kredit tersebut lantas mengakibatkan kerugian bagi negara sebanyak 18,07 juta dolar AS, dan Rp594,144 miliar.(net)