Denpasar, KRsumsel.com – Pertamina Patra Niaga menyatakan, agen dan pangkalan resmi tidak terlibat kasus liquefied petroleum gas (LPG) subsidi yang dioplos menjadi nonsubsidi di Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar Bali.
“Untuk LPG tabung gas tiga kilogram bersubsidi didapat dari warung atau pengecer,”kata Executive General Manager Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara (Jatimbalinus) Aji Anom Purwasakti dalam keterangan pers di Denpasar Bali, Rabu (12/3).
Menurut dia, barang bukti berupa tabung LPG subsidi yang tidak terindikasi didapat dari agen atau pangkalan resmi itu dibeli pelaku seharga Rp21 ribu per tabung di warung atau pengecer.
Selama Ramadhan, untuk mencegah praktik curang terulang, pihaknya menambah pemantauan di lembaga penyalur dengan menggandeng Polda Bali dan Pemerintah Provinsi Bali guna memastikan pelayanan masa Ramadhan dan Idul Fitri berjalan kondusif.
Ia menjelaskan, pemantauan ke lembaga penyalur resmi akan dilakukan secara reguler dan berkoordinasi intensif dengan pemangku kepentingan.
Pihaknya mengapresiasi Bareskrim Mabes Polri yang mengungkap sindikat pengoplosan gas LPG subsidi tiga kilogram menjadi LPG nonsubsidi ukuran 12 kilogram dan 50 kilogram di Gianyar dan Denpasar.
Polisi telah menetapkan empat orang tersangka berinisial GB, BK, MS dan KS yang diungkapkan kepada publik melalui awak media pada Selasa (11/3).
Baca juga: ASTON Palembang Bagikan Takjil Gratis
Mereka melakukan praktik pengoplosan di salah satu gudang di Banjar Griya Kutri Desa Singapadu Tengah Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar Bali selama sekitar empat bulan terakhir.
Selain empat tersangka itu, polisi juga menggali keterangan empat orang lain yang masih berstatus saksi yakni berinisial AB, KAW, GD dan GS.
Sedangkan di Kota Denpasar, polisi juga mendalami empat orang lain yakni berinisial IMSA, IMP, SDS dan AAGA di Jalan Ulam Kencana Nomor 16 Pesanggaran Denpasar Selatan.
Dalam kasus itu, aparat berwajib menyita 1.616 tabung gas ukuran tiga kilogram dan 603 tabung gas ukuran 12 kilogram baik berwarna biru atau merah muda dan 94 tabung gas ukuran 50 kilogram.
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Nunung Syaifuddin dalam jumpa pers di Gianyar, Selasa (11/3) menjelaskan penjualan gas tabung oplosan per hari sekitar Rp25 juta.
Sehingga lanjut dia, mereka meraup keuntungan haram hasil kejahatan itu diperkirakan mencapai sekitar Rp650 juga per bulan.
Polisi menjelaskan, peran salah satu tersangka berinisial GB yakni sebagai pemodal pengoplosan gas bersubsidi, yaitu membayar sewa tempat kepada pemilik berinisial IBS seharga Rp8 juta per bulan.
Kemudian membayar gaji karyawan, membeli tabung gas tiga kilogram bersubsidi dari pengecer, mengawasi jalannya kegiatan pengoplosan, mencari pembeli tabung gas 12 kilogram dan 50 kilogram di warung dan pengusaha binatu.
Tabung gas hasil pengoplosan itu kemudian dijual Rp 170 ribu untuk tabung 12 kilogram dan Rp670 ribu untuk 50 kilogram.
Para tersangka dijerat Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang No 6 tahun 2023 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.(net)