Jakarta, KRsumsel.com – Deputi Bidang Karantina Tumbuhan Badan Karantina Indonesia (Barantin) Bambang mengatakan, pihaknya telah melakukan sertifikasi ekspor kelapa Indonesia ke lebih dari 100 negara, guna mendukung peningkatan perekonomian Indonesia.
“Data sistem Best Trust Badan Karantina Indonesia menunjukkan bahwa ekspor kelapa Indonesia telah menembus lebih dari 100 negara dengan total ekspor pada 2024 sebesar 1.097.349 ton,”kata Bambang dalam keterangan di Jakarta, Selasa (4/3).
Baca juga: Satreskoba Polrestabes Palembang Tangkap Kurir Narkoba di Kawasan Gandus
Dia menyebutkan, selain ke China sebagai tujuan ekspor utamanya, kelapa Indonesia juga banyak diekspor ke Malaysia, Thailand, India, Australia, Amerika, Vietnam dan Jerman.
“Memang tiap tahun jumlah ekspornya fluktuatif, penyebabnya bukan karena perjanjian atau protokol kerja sama, tapi bisa karena harga, jumlah produksi dan lainnya,”ujarnya.
Bambang menjelaskan, perkembangan sertifikasi ekspor kelapa dan produk turunannya dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data Best Trust Barantin tercatat bahwa Barantin telah mensertifikasi ekspor kelapa dan produk turunannya tertinggi adalah pada 2023 yaitu sebanyak 1,45 juta ton.
“Hal tersebut salah satunya karena menurut data Badan Pusat Statistik, bahwa terjadi peningkatan produksi sebesar 0,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya,”katanya.
Sedangkan pada 2022 ekspornya tercatat sebanyak 1,28 juta ton, tahun 2021 sebanyak 1,18 juta ton, dan tahun 2020 adalah sebanyak 1,18 juta ton. “Pada 2025, ekspor kelapa bulat pada Januari hingga Februari adalah sebanyak 181.500 ton,”ungkap Bambang.
Kelapa Indonesia diekspor dalam 22 jenis produk diantaranya kelapa bulat, bungkil, minyak, santan, kelapa parut, air kelapa, tepung, serbuk (media tanam), gula kelapa, dan tempurung. Seluruh produk turunan kelapa ini dapat dilakukan ekspor tanpa melalui perjanjian protokol bilateral kedua negara.
Baca juga: BI Siapkan Lebih Banyak Uang Baru di Solo Raya
Bambang menjelaskan, pada awal 2022, China meminta perjanjian protokol produk kelapa kepada pemerintah Indonesia melalui Badan Karantina Pertanian. Namun, setelah dilakukan sejumlah kajian, protokol tersebut ternyata tidak selalu berdampak positif bagi petani kelapa.
Hal tersebut, karena protokol memberikan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh negara pengekspor sebelum produknya masuk ke suatu negara.
Persyaratan tersebut seperti harus adanya registrasi kebun, rumah kemas, ketentuan bebas Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) sesuai ketentuan negara tujuan beserta rekaman monitoringnya.
Persyaratan ini menurut Bambang, dirasakan terlalu memberatkan petani kelapa, karena sebagian besar perkebunan kelapa di Indonesia merupakan perkebunan rakyat.
Oleh karena itu, Barantin meminta kepada pemerintah China agar protokol hanya diberlakukan untuk komoditas kelapa muda segar. Pasca pertemuan bilateral kedua negara, akhirnya berbagai produk kelapa dan turunannya tidak mengalami kendala ekspor hingga saat ini.
Bambang berharap seluruh pemangku kepentingan dapat bersinergi untuk membantu petani, UMKM dan eksportir kelapa Indonesia agar dapat meningkatkan ekspornya terutama produk yang sudah di hilirisasi agar dapat memberikan nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Dia menekankan, protokol bukan satu-satunya jalan untuk melakukan ekspor produk pertanian. Protokol diperlukan saat memerlukan akses pasar baru yang dipersyaratkan oleh negara tujuan ekspor.
“Jadi, jika produk pertanian kita dapat diterima oleh negara tujuan tanpa ada protokol, justru itu akan memudahkan petani karena kita hanya berfokus pada pemenuhan ketentuan fitosanitari yang berlaku secara internasional, bukan pada kepentingan bilateral,”kata Bambang.(net)