Advokat Novita Roy Lubis Tuntut Keadilan untuk Korban Bullying di SMPN Sekayu

oleh
Oplus_131072

KRSUMSEL.COM, Muba – Masih adanya korban bullying dan perundungan yang dialami oleh seorang siswa SMPN di wilayah Kecamatan Sekayu berinisial FQ (13) pada, Senin (2/12/2024).

Membuat, Advokat muda Novita Roy Lubis, SH yang sedang memperjuangkan hak hukum korban bullying dan perundungan angkat bicara kepada awak media.

Menurut Novita, korban bullying dialami oleh seorang siswa SMPN di kota Sekayu berinisial FQ (13) dan telah terjadi pada tanggal (02/12) tahun lalu.

FQ diketahui menjadi korban Bullying di Sekolah SMPN Sekayu, bahkan FQ (13) mengalami luka-luka pada kaki dan memar pada bagian mata dan mulut, yang diduga dilakukan oleh 2 (dua) orang teman sekelasnya dikelas dan di depan musholah sekolah pada saat jam pelajaran kosong.

“Saat itu, FQ berada di kelas dan dipukul oleh temannya yang berinisial “RSK” di dalam kelas pada saat guru belum masuk, kemudian di jam istirahat temannya yang berinisial “PSA” memukul, menendang, dan mendorong FQ hingga menyebabkan FQ luka-luka dan memar pada lutut, mata, dan bibir, ” kata Novita, Senin (3/2).

Novita juga menyampaikan kepada masyarakat atas kekecewaan kepada Edi Yusri selaku bapak anak korban, yakni “Kurangnya tanggung jawab dari pihak sekolah, atas kejadian yang menimpa anaknya, yg mana kejadian tersebut terjadi pada tanggal 02 Desember 2024.

Hingga saat ini, tidak ada penyelesaian dan tanggung jawab dari pihak sekolah maupun keluarga terduga pelaku sebagai upaya pemulihan fisik dan psikis anak korban.

“Meski kejadian ini sudah di laporkan pada Unit PPA Polres Muba Sekayu dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Muba namun tetap saja, hak-hak hukum anak korban belum terpenuhi. Hingga saat ini, yang ada malah kerugian anak korban yang semakin hari semakin bertambah, yang diduga dipersulit untuk pindah ke sekolah lain, sehingga sampai hari ini anak korban tidak mengikuti pelajaran seperti biasa, ” ujar Novita.

Sambungnya, Novita memohon peran serta pemerintah, PJ. Bupati, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, KPAD, Kepolisian dan Masyarakat agar bisa berperan aktif dalam menangani kasus ini.

Pasalnya, Bullying bukan kasus sepele yang bisa di kesampingkan dampaknya sangat besar mulai dari, kesehatan mental, fisik, psikis, rasa malu, trauma, serba salah, ketakutan hingga keselamatan nyawa anak.

“Harapan saya kasus seperti ini cukuplah terjadi terakhir kalinya pada (FQ), jangan lagi ada korban-korban lainnya karena tak ada satupun orang tua yang ingin anaknya menjadi korban bullying. keadilan tetap harus di tegakkan karena setiap anak berhak mendapatkan perlindungan hukum yang sama,” paparnya.

Ditegaskan Novita bahwa, aksi bullying dan perundungan ini sudah terjadi sejak FQ duduk di kelas 7 di SMPN kota Sekayu, diduga anak pelaku sering mengambil uang jajan FQ dan memukul FQ apabila tidak membawa uang jajan, kejadian seperti ini pernah dilaporkan kepada pihak sekolah tapi tetap saja pihak sekolah tidak mempercayai aduan orang tua FQ.

“Ya, kewajiban sekolah secara hukum untuk melindungi siswanya dari tindakan bullying mengacu pada ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1a) UU 35/2014 yang berbunyi: Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain, ” sebutnya.

Baca juga: Dream Team Astra Honda Siap Lanjutkan Dominasi di Asia

Kemudian, pada Pasal 54 UU 35/2014 menerangkan bahwa anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.

Perlindungan tersebut dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau masyarakat.

Terhadap pihak sekolah yang tidak melakukan upaya pencegahan atau perlindungan terhadap siswa dari tindakan bullying, maka terdapat ketentuan sanksi yang diatur di dalam UU Perlindungan Anak beserta perubahannya.

Pasal 76C UU 35/2014 menyatakan bahwa: Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.

Pelanggaran terhadap ketentuan pasal tersebut dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan Pasal 80 ayat (1) UU 35/2014 yaitu pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta.

Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara. Hak anak adalah hak asasi manusia dan diakui serta dilindungi oleh hukum.

“Selanjutnya, pada pasal 36 PERMEN Dikbud,RISTEK NO. 46 TAHUN 2023 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN DI LINGKUNGAN SATUAN PENDIDIKAN: ayat (1) Dalam melaksanakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan,
kepala satuan pendidikan, dan penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan oleh Masyarakat dilarang:
a.melakukan pembiaran terjadinya Kekerasan

b.tidak menindaklanjuti laporan dugaan terjadinya Kekerasan kepada TPPK atau Satuan Tugas;
d. berpihak kepada Terlapor/pelaku, ” tutupnya.