LARSI Minta Hentikan Framing PT GML Tidak Bermanfaat bagi Masyarakat

oleh

Oleh : M Syahabudin

 

Belakangan ini, Kabupaten Bangka menjadi sorotan publik setelah serangkaian aksi unjuk rasa yang digelar oleh ribuan warga dari delapan desa pada Kamis, 9 Januari 2025.

 

Mereka menuntut realisasi kebun plasma 20 persen dari PT Gunung Maras Lestari (GML), yang dinilai belum sepenuhnya terealisasi.

 

Aksi ini mengangkat isu penting mengenai kebutuhan masyarakat akan kepastian dalam implementasi kebijakan plasma yang seharusnya bisa memberi manfaat langsung bagi kesejahteraan mereka.

 

Menanggapi tuntutan tersebut, Lembaga Advokasi dan Riset Indonesia (LARSI), yang diwakili oleh Muhammad Syahabudin, memberikan penjelasan mendalam mengenai regulasi yang mengatur kewajiban perusahaan terkait plasma.

 

Dalam penjelasannya, Syahabudin merujuk pada Pasal 58 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang mengatur kewajiban perusahaan perkebunan untuk memfasilitasi kebun plasma masyarakat sekitar, yakni sebesar 20 persen dari total luas lahan yang dimiliki oleh perusahaan. Namun, pasal ini hanya berlaku untuk perusahaan yang baru mendapatkan izin usaha setelah undang-undang tersebut diberlakukan.

 

PT GML, yang memperoleh izin usaha perkebunan sebelum Undang-Undang Cipta Kerja berlaku, tunduk pada Pasal 60 Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 98/2013.

 

Dalam ketentuan ini, dijelaskan bahwa kewajiban plasma tidak berlaku bagi perusahaan yang memperoleh izin usaha sebelum 28 Februari 2007. Meski demikian, perusahaan tetap diwajibkan untuk melakukan usaha produktif yang memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar, sesuai dengan kesepakatan yang ada.

 

Syahabudin menambahkan, PT GML sebenarnya sudah menunjukkan komitmen dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

 

Sebagai contoh, perusahaan tersebut telah mengembangkan kebun plasma seluas 700 hektar melalui sistem kemitraan dan menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) secara rutin untuk delapan desa di sekitar kawasan perkebunan kelapa sawit.

 

Fakta-fakta ini, menurut Syahabudin, seharusnya cukup untuk membantah anggapan yang menyatakan bahwa PT GML tidak memberikan manfaat apapun bagi masyarakat.

 

Lebih lanjut, Syahabudin mengajak semua pihak—baik regulator, pelaku usaha, maupun masyarakat—untuk bekerja sama dalam menciptakan kepastian hukum, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam pengelolaan usaha perkebunan, terutama di Kabupaten Bangka.

 

Dalam pandangannya, peraturan yang ada harus lebih disosialisasikan dan diakses secara transparan oleh masyarakat, khususnya di daerah-daerah yang berada di sekitar perkebunan. Hal ini penting untuk menghindari distorsi informasi yang bisa memicu ketegangan atau konflik antara masyarakat dan pelaku usaha.

 

Dalam konteks ini, kita dapat melihat bahwa peraturan yang ada seharusnya mampu memberikan kepastian hukum serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara filosofis, peraturan ini bertujuan untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara perusahaan dan masyarakat sekitar.

 

Dari sisi yuridis, regulasi ini dirancang untuk menetapkan hak dan kewajiban perusahaan secara jelas dan adil, sementara dari perspektif sosiologis, kebijakan ini diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi yang tidak hanya menguntungkan perusahaan, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan memberikan kontribusi positif bagi negara.

 

Melalui pendekatan yang lebih terintegrasi dalam pengelolaan perkebunan, baik di sisi hulu maupun hilir, diharapkan usaha perkebunan dapat berjalan secara berkelanjutan, menciptakan kesejahteraan yang merata bagi semua pihak. Dengan demikian, terjalinlah hubungan saling mendukung antara pelaku usaha, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya.

 

Sebagai penutup, Syahabudin menegaskan bahwa peraturan yang telah ditetapkan seharusnya menjadi instrumen hukum yang mengikat bagi semua pihak. Hanya dengan mematuhi prinsip saling menguntungkan dan menghargai satu sama lain, perusahaan dan masyarakat bisa menciptakan hubungan yang mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan saling memperkuat. (mat)