Makam Embung Fatimah Penyengat Dilestarikan Sebagai Cagar Budaya 

oleh

Tanjungpinang, KRSUMSEL.com – Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Pemprov Kepri) melalui Dinas Kebudayaan melestarikan cagar budaya makam Embung Fatimah di Pulau Penyengat Kota Tanjungpinang yang merupakan warisan sejarah Kesultanan Riau-Lingga.

Kepala Dinas Kebudayaan Kepri Juramadi Esram mengatakan, pemerintah bertanggung jawab menjaga dan melestarikan kawasan cagar budaya dengan melibatkan peran aktif masyarakat, sehingga kelestarian peninggalan sejarah tersebut tetap terjaga dan terlindungi, sesuai amanat UU No.11/2011 tentang Pelestarian Cagar Budaya.

“Seiring dengan perkembangan jumlah penduduk dan kebutuhan perumahan, berakibat pada bangunan dan situs pada kawasan cagar budaya Pulau Penyengat menjadi semakin sempit, bahkan ada kecenderungan masyarakat mendirikan bangunan di atas areal situs cagar budaya,”kata Esram di Tanjungpinang, Rabu (23/10).

Jika hal ini diabaikan kata dia, dikhawatirkan peninggalan tersebut cenderung akan musnah, termasuk pula peninggalan dalam wujud adat dan istiadat masyarakat.

Salah satunya ialah cagar budaya komplek makam Embung Fatimah yang terletak di Bukit Bahjah, atau tidak jauh dari jalan menuju komplek makam Raja Haji Fisabilillah.

Selain Makam Embung Fatimah, di komplek itu juga masih terdapat makam lainnya yang seluruhnya berjumlah 21 makam yang dibatasi dengan pagar bertembok.

“Namun demikian, di antara 21 nisan makam pada kompleks makam itu sebenarnya tidak jelas yang mana nisan makam Embung Fatimah, karena tidak adanya penanda atau penamaan pada nisan-nisan yang ada,”ungkapnya.

Baca juga: Lima Ruas Tol di Jateng-Jatim Ditanami 25 Ribu Pohon Trembesi 

Esram menjelaskan, cagar budaya merupakan warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

Menurutnya, pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.

Sedangkan pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran cagar budaya.

“Maka itu, kami terus berupaya melestarikan cagar budaya di Pulau Penyengat, apalagi pulau ini tercatat sebagai warisan dunia, serta memiliki daya tarik tinggi bagi para wisatawan dalam dan luar negeri,”ujar Esram.