Semarang, KRSumsel.com – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 tidak hanya menguntungkan bagi partai politik peserta Pemilu 2024 nonparlemen, tetapi juga Parpol peraih kursi di DPRD, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota.
Kenapa DPR RI akan mengubah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang (RUU Pilkada)? Ada apa di balik itu semua?
Terkait dengan respons begitu cepat setelah ada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 sempat membuat publik bertanya-tanya.
Bahkan, dalam tempo relatif singkat setelah Badan Legislasi DPR RI dan Pemerintah pada hari Rabu (21/8) menyetujui untuk melanjutkan pembahasan RUU Pilkada pada Rapat Paripurna DPR RI, massa pengunjuk rasa mendatangi Gedung MPR/DPR/DPD RI Senayan Jakarta, Kamis (22/8) menolak RUU tersebut.
Hal yang cukup mengejutkan, wakil rakyat yang terhormat ini tidak mengadopsi dua putusan MK tersebut, malah mengubah sebagian substansi pada Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024.
Baca juga: Thariq Halilintar soal Isu Hoaks: Tiap Hari Fitnah Makin Ngawur!
Draf RUU Pilkada tetap mempertahankan persyaratan bagi partai politik atau gabungan partai politik peraih kursi DPRD. Padahal, Mahkamah Konstitusi telah menganulir ketentuan tersebut melalui Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024.
Draf RUU Pilkada Pasal 40 ayat (1) menyebutkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
Sementara itu, persyaratan terkait dengan ambang batas suara hanya berlaku untuk partai politik nonparlemen, sebagaimana termaktub dalam draf RUU Pilkada Pasal 40 ayat (2) yang isinya sebagai berikut.
Partai Politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD provinsi dapat mendaftarkan calon gubernur dan calon wakil gubernur dengan ketentuan:
a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut;
b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 jiwa sampai dengan 6.000.000 jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di provinsi tersebut;
c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 jiwa sampai dengan 12.000.000 jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut;
d. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di provinsi tersebut.
Untuk tingkat kabupaten/kota, terdapat dalam draf RUU Pilkada Pasal 40 ayat (3). Pada ayat (3) menyebutkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD kabupaten/kota dapat mendaftarkan calon bupati dan calon wakil bupati atau calon wali kota dan calon wakil wali kota dengan ketentuan:
a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250.000 jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen di kabupaten/kota tersebut;
Baca juga: Daniel/Fikri Melaju karena Sudah Lebih Padu
b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 jiwa sampai dengan 500.000 jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di kabupaten/kota tersebut;
c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 jiwa sampai dengan 1.000.000 jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di kabupaten/kota tersebut;
d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di kabupaten/kota tersebut.
Apabila Rapat Paripurna DPR RI pada hari Kamis (22/8) menyetujui pengesahan RUU Perubahan Keempat atas UU Pilkada menjadi undang-undang, kemudian (dalam waktu singkat) Presiden mengesahkannya, aturan main yang berkaitan dengan persyaratan itu justru merugikan banyak partai politik peserta Pemilu 2024.
Untung pada rapat paripurna itu tidak mencapai kuorum atau kurang dari 1/2 jumlah anggota rapat sehingga batal menyetujui pengesahan RUU Perubahan Keempat atas UU Pilkada.