Dua peristiwa kebakaran terhadap rumah wartawan ini benar-benar mengguncang nilai-nilai patriotisme para wartawan sebagai penjaga pilar demokrasi. Dua tahun lalu, bertepatan puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 9 Pebruari 2023, Presiden RI Joko Widodo bersama seabreg tokoh-tokoh nasional seakan makin mengkukuhkan tagline HPN; “Pers Merdeka, Demokrasi Bermartabat,” sebagai simbol kemerdekaan pers yang tentu saja membuat para wartawan makin bersemangat untuk memberitakan apa saja asalkan tetap mengaju pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Prinsip pemberitaan yang independen, bebas dan bertanggungjawab inilah yang menjadi kekuatan pers. Tak cuma itu, bak gayung bersambut, pada peringatan HPN 2024 di Jakarta, Presiden Jokowi memberi sinyal yang membanggakan bagi pers nasional; “Beritakan fakta apa adanya, tapi bukan mengada-ada, bukan asumsi-asumsi, bukan seolah-olah ada.”
Itulah nilai-nilai kenyamanan yang diberikan negara bagi profesi kewartawanan. Sikap profesional harus kita patrikan dalam diri saat melaksanakan aktifitas pers. Katanya, aktifitas jurnalistik dilindungi UU, kemerdekaan pers dijamin negara, termasuk kekhawatiran akan dibredel pemerintah lagi. Pers bebas, namun harus bertanggung jawab.
Baca juga: DJ Jasmine Bakal Meriahkan Kenzo Live Rajawali Palembang
Lantas, bagaimana rangkaiannya dengan peristiwa kebakaran 2 rumah wartawan diatas? Jika peristiwa kebakaran itu murni keteledoran atau kelalaian pemilik rumah, pemberitaan biasa saja. Setidaknya atas nama wartawan kami berempati, bergotong royong memberi bantuan untuk meringankan beban korban, karena peristiwa yang sama bisa saja terjadi kepada siapa saja, termasuk wartawan.
Tapi, jika rumah dan mereka memang benar sengaja akan dibakar untuk membungkam pemberitaan, harus sesadis itukah memperlakukan profesi wartawan? Tidakkah ada hak-hak publik yang bisa digunakan berdasarkan UU Pers? Atau berandai-andai pelakunya adalah mafia, bisakah mereka sesuka hati menjalankan hukum rimba di negeri kita?
Mudah-mudahan asumsi-asumsi seperti ini tak terbersit dipikiran. Kami masih menaruh kepercayaan tinggi kepada pihak kepolisian untuk dapat mengungkapnya.
Sebagai ilustrasi, peristiwa pembunuhan Mara Salem Harahap (Marsal) wartawan/pemilik media online Lassernews.com pada Sabtu (19/6/2021) di Karang Anyer Simalungun Sumatera Utara yang melibatkan mantan Cawalikot Siantar dan oknum TNI terkait kasus narkoba bisa diungkap dan pelakunya sudah dijatuhi hukuman seumur hidup.
Dalam fakta persidangan korban ditembak mati karena selalu memberitakan sarana hiburan milik pelaku, namun terungkap korban acapkali meminta kompensasi dalam bentuk uang dan narkoba sebagai bargaining dari pemberitaan.
Terlepas aktifitas jurnalistik Marsal di Simalungun merupakan pelanggaran berat dalam KEJ dan UU Pers, namun tidak harus berujung pada pembunuhan. Pihak yang keberatan dapat melakukan hak jawab sesuai amanah UU Pers dan langkah hukum lainnya.
Begitu juga terhadap peristiwa kebakaran dua rumah di Karo dan Labuhan Batu, andai saja peristiwa ini bukan kelalaian murni tapi akibat dibakar dikarenakan adanya pemberitaan yang dianggap tidak memenuhi kaedah jurnalistik, termasuk adanya indikasi pemerasan ataupun peristiwa kriminal lainnya yang dilakukan wartawan, sudah seharusnya pihak-pihak yang keberatan mengadukan ke Dewan Pers untuk ditindaklanjuti.
Harapan kami, dua peristiwa kebakaran itu murni kelalaian agar kami tak punya sakwasangka, sehingga tak lagi berasumsi apalagi bersikap skeptis.
Tapi, andaikan peristiwa kebakaran ini rangkaian dari pemberitaan, usut dan adili agar kami juga tegak menjaga marwah profesi.
Kita yang masih menjalankan tugas jurnalistik, tak perlu ragu menjalankan amanah profesi. Wartawan adalah profesi mulia. Walau berita baik kita dinanti, jangan lelah mengkritisi, meski beresiko dihabisi. Itu saja. (****)