Oleh: Andhika Wahyudiono
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan telah meminta para bupati dan walikota untuk
mengawasi penyaluran elpiji subsidi 3 kg. Permintaan ini muncul setelah ditemukan
ketidaksesuaian pada produk gas elpiji 3 kg di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji (SPBE) di
Tanjung Priok, Jakarta Utara. Temuan ini mencakup pelabelan yang tidak tepat dan kuantitas isi
tabung gas yang tidak sesuai standar.
Pengawasan terhadap elpiji subsidi sangat penting karena elpiji merupakan kebutuhan
vital bagi banyak rumah tangga, terutama yang berpenghasilan rendah. Ketidakjujuran dalam
pengisian dan pelabelan gas elpiji tidak hanya merugikan konsumen secara finansial, tetapi juga
menimbulkan risiko keselamatan. Menteri Zulkifli Hasan mengimbau agar pengawasan tidak
hanya terbatas pada elpiji 3 kg, tetapi juga mencakup elpiji 12 kg.
Sinergi antara pemerintah daerah dan pusat sangat diperlukan untuk mengatasi masalah
ini. Pemerintah daerah memiliki peran penting karena mereka berada di garis depan dalam
memantau distribusi elpiji di lapangan. Namun, sinergi yang kuat dengan pemerintah pusat,
termasuk Kementerian Perdagangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),
dan Pertamina, diperlukan untuk memastikan bahwa regulasi dan kebijakan yang diterapkan
efektif dan konsisten di seluruh wilayah.
Baca juga : Syahrini Rasakan Perubahan Ini di Kehamilan Pertama
Salah satu aspek penting dari pengawasan adalah metrologi legal, yang dilakukan oleh
Direktorat Metrologi di bawah Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN).
Metrologi legal memastikan bahwa alat-alat ukur, termasuk timbangan dan alat pengukur
volume, berfungsi dengan akurat dan sesuai standar. Ini penting untuk memastikan bahwa
konsumen mendapatkan jumlah elpiji yang sesuai dengan yang mereka bayar. Pasal 36 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1981 menugaskan Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan
Tertib Niaga untuk melakukan pengawasan, pengamatan, dan penyidikan terhadap tindak pidana
dalam bidang metrologi legal.
Selain itu, transparansi dalam rantai distribusi elpiji juga menjadi kunci untuk mengatasi
masalah ini. Informasi mengenai jumlah elpiji yang disalurkan, distribusi, dan penerimaan oleh
konsumen harus dapat diakses dengan mudah oleh pihak berwenang dan masyarakat. Dengan
transparansi yang lebih baik, akan lebih mudah untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah
yang mungkin muncul di berbagai tahapan distribusi.
Penggunaan teknologi juga bisa menjadi solusi dalam meningkatkan efektivitas
pengawasan. Sistem pemantauan berbasis teknologi seperti Internet of Things (IoT) dapat
digunakan untuk memantau volume elpiji yang diisi di setiap SPBE secara real-time. Selain itu,
aplikasi mobile dapat dikembangkan untuk memungkinkan konsumen melaporkan keluhan dan
ketidaksesuaian secara langsung kepada pihak berwenang.
Pendidikan dan kesadaran konsumen juga penting dalam upaya ini. Konsumen yang
teredukasi tentang hak-hak mereka dan cara memverifikasi kuantitas elpiji yang mereka beli
akan lebih proaktif dalam melaporkan ketidaksesuaian. Kampanye kesadaran publik yang
dilakukan oleh pemerintah dan organisasi masyarakat sipil dapat membantu meningkatkan
pemahaman konsumen tentang pentingnya pengawasan dan cara melaporkan pelanggaran.
Dalam jangka panjang, upaya untuk meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum di
sektor ini harus didukung oleh kebijakan yang komprehensif dan berkelanjutan. Pemerintah perlu
memastikan bahwa regulasi yang ada tidak hanya ditegakkan dengan tegas, tetapi juga diperbarui
secara berkala untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan dinamika pasar.
Pengawasan penyaluran elpiji subsidi menghadapi berbagai tantangan yang kompleks
dan memerlukan koordinasi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah, transparansi dalam
proses distribusi, pemanfaatan teknologi, serta edukasi konsumen. Tantangan-tantangan ini harus
diatasi dengan strategi yang tepat dan sinergi antara berbagai pihak untuk memastikan
penyaluran elpiji yang sesuai dengan ketentuan dan melindungi konsumen dari praktik curang.
Salah satu tantangan utama adalah koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM), dan Pertamina menetapkan kebijakan dan regulasi terkait penyaluran elpiji.
Namun, implementasi di lapangan sangat bergantung pada pemerintah daerah yang memiliki
peran penting dalam pengawasan harian. Kurangnya koordinasi dapat menyebabkan
inkonsistensi dalam pengawasan dan penerapan regulasi, sehingga memungkinkan terjadinya
penyimpangan. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme koordinasi yang efektif antara
pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan dapat
diimplementasikan dengan baik di seluruh wilayah.
Transparansi dalam proses distribusi elpiji juga menjadi tantangan besar.
Ketidaktransparanan dalam rantai distribusi dapat menyebabkan penyelewengan dan
ketidaksesuaian dalam penyaluran elpiji. Data mengenai jumlah elpiji yang disalurkan, titik
distribusi, dan penerima akhir harus dapat diakses dan diverifikasi oleh pihak berwenang dan
masyarakat. Tanpa transparansi yang memadai, akan sulit untuk mendeteksi dan mengatasi
masalah penyimpangan. Pemerintah dan pihak terkait perlu mengembangkan sistem yang
memungkinkan pemantauan dan pelaporan yang lebih terbuka dan akuntabel.