Salah satu tradisi masyarakat Indonesia setiap tanggal 17 Agustus adalah lomba panjat pinang. Namun, tahukah siswa bagaimana sejarah dibalik lomba panjat pinang ini?
Saat Belanda masih menguasai Indonesia, mereka pernah mewajibkan wilayah koloninya untuk memperingati Koninginnedag setiap tanggal 31 Agustus. Hari itu dimaksudkan untuk menghormati kelahiran Ratu Belanda, Wilhelmina Helena Pauline Marie van Orange-Nassau.
Sebab itu, semua masyarakat diminta untuk melakukan berbagai perayaan seperti festival, karnaval, hiburan, pasar kaget, wayang, termasuk salah satunya lomba panjat pinang. Melansir dari detikX, panjat pinang di era kolonial disebut dengan de Klimmast oleh orang Belanda yang artinya memanjat tiang.
Pada tahun 1920-an, bahan makanan seperti beras, tepung, roti, keju, gula dan pakaian menjadi barang yang diperebutkan di puncak panjat pinang. Hadiah tersebut masih dinilai mewah oleh orang-orang pribumi.
Saat itu, peserta panjat pinang terbagi di dalam beberapa regu untuk memanjat batang pinang setinggi 5-9 meter. Pinang tersebut sudah dilumuri minyak pelumas (oli atau gemuk). Mereka yang menjadi peserta dalam panjat pinang tersebut berasal dari kalangan pribumi.
Sementara itu, para meneer Belanda sebagai penonton hanya tertawa melihat orang pribumi yang tengah memanjat batang pinang. Artinya lomba panjat pinang mulanya adalah sebuah sarana hiburan orang Belanda di Batavia.
“Sebelum Indonesia merdeka, sekitar tahun 1930-an, permainan ini kerap digelar orang-orang Belanda saat mereka mengadakan hajatan, seperti pernikahan, kenaikan jabatan dan pesta ulang tahun,” tulis Fandy Hutari dalam bukunya Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal terbitan tahun 2017, dikutip dari detikX, Selasa (17/8/2021).
Panjat pinang sebagai sarana hiburan Belanda juga dibenarkan oleh sejarawan Asep Kambali. Ia juga menyebut foto orang Belanda yang tengah menyaksikan para pribumi sedang mengikuti panjat pinang dapat dilihat di museum Belanda.
“Orang Belanda menjadikannya hiburan,” ujar Asep, dikutip dari detikNews.
Sejarah ini membuat Pemkot Kota Langsa, Aceh sempat melarang lomba panjat pinang pada perayaan HUT ke-74 Republik Indonesia yang lalu. Larangan tersebut tertuang dalam surat Instruksi Wali Kota Langsa bernomor 450/2381/2019 tentang peringatan HUT Ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 2019.
Namun, penulis buku Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal menyebut bahwa terlepas dari sejarahnya, panjat pinang mempunyai makna filosofis tersendiri.
“Jika hadiah diibaratkan sebuah ‘kemerdekaan’, maka panjat pinang punya filosofi yang mendalam,” tulis dia.