Krsumsel.com – Enam warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Manokwari Papua Barat berkumpul di ruangan sebelah kanan bekas lapas perempuan. Di hadapan mereka, ada empat ember berisi kedelai yang telah direbus. Sebelum direbus, kacang kedelai terlebih dahulu direndam menggunakan air bersih selama satu malam.
Tak lama berselang, kacang kedelai dari empat ember itu dituangkan ke dalam mesin pengelupas kulit berwarna biru yang tak jauh dari lokasi mereka. Warga binaan senantiasa diingatkan mengenai pentingnya menjaga kebersihan selama proses produksi tempe agar makanan olahan kaya nutrisi ini memenuhi standar kesehatan dan layak konsumsi.
Set Wariwoi, satu dari enam warga binaan menuturkan, perendaman selama satu malam agar biji kedelai melunak dan mengembang dari bentuk aslinya. Biji kedelai yang telah dibersihkan dari kulit ari kemudian dibersihkan lagi dan dikukus sehingga proses penyerapan ragi yang memakan waktu sehari lebih maksimal.
Setelah dibersihkan dari kulit ari, dikukus lagi lalu dibiarkan sampai dingin baru diberi ragi. Bahan baku yang digunakan adalah kacang kedelai impor sebanyak 15 kilogram dengan taksiran dapat menghasilkan 370 keping tempe. Pemberdayaan warga binaan untuk usaha tempe pernah dilakukan beberapa tahun sebelumnya, namun terhenti.
Usaha produksi tempe dari balik jeruji besi kembali dimulai ketika jabatan Kepala Lapas Kelas IIB Manokwari dipercayakan kepada Jumadi, mantan Kepala Rumah Tahanan Kelas IIB Sukadana Provinsi Lampung. “Waktu kalapas yang lama kita pernah buat tapi berhenti. Ini kita baru mulai lagi,”tutur Set Wariwoi.
Kepala Lapas Kelas IIB Manokwari Jumadi menjelaskan, tempe hasil produksi warga binaan nantinya dipasarkan ke luar lapas, seperti di Pasar Wosi dan Pasar Sanggeng. Seiring berjalan waktu, jumlah kacang kedelai untuk memproduksi tempe akan bertambah.
Selain itu, produksi tempe nanti didistribusikan ke pondok pesantren yang telah melakukan kerja sama dengan lapas dalam hal pemenuhan kebutuhan makanan. Tempe hasil produksi warga binaan memiliki kualitas yang sama dengan tempe lainnya, dari sisi harga juga disamakan sehingga mampu bersaing di pasaran.
“Target pasar kita adalah masyarakat melalui penjualan di pasar,”kata Jumadi. Lapas Kelas IIB Manokwari sementara membangun rumah bimbingan kerja produksi untuk mendukung program pembinaan pada sektor usaha kuliner. Upaya itu bertujuan agar hasil produk makanan dari warga binaan memenuhi unsur kebersihan dan kesehatan.
Adapun jenis kuliner yang diproduksi tak hanya tempe, ada juga tahu namun produksinya dapat direalisasikan setelah rumah bimbingan kerja produksi rampung dibangun. Nantinya Lapas Manokwari bekerja sama dengan sejumlah instansi terkait agar program pembinaan usaha kuliner dapat dilakukan dengan sebaik mungkin. Setelah tempe, warga binaan nanti buat tahu dan mungkin dilanjutkan dengan produksi abon gulung.(net)