4 Kebenaran Cegah Pemilu 2024 Lahirkan Koruptor

oleh
oleh
Jakarta

Krsumsel.com – Jika setiap calon anggota legislatif (Caleg) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 berpegang teguh pada empat kebenaran, bakal mencegah yang bersangkutan terlibat dalam political bribery (suap politik) ketika duduk di parlemen.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sebagai badan pembentuk undang-undang, secara politis tidak akan mudah dikendalikan oleh suatu kepentingan terkait dengan kucuran dana yang telah dikeluarkan pihak tertentu pada masa Lemilu. Misalnya, “titip pasal” dalam sebuah undang-undang untuk kepentingan perusahaan tertentu.

Apalagi, bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (vide Pasal 240 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum).

Sublema bertakwa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti menjalankan takwa. Istilah ini bermakna kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan perintah Allah Swt. dan menjauhi segala larangan-Nya.

Frasa “bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa” mengandung makna yang dalam, termasuk menjauhi korupsi. Hal ini mengingat semua ajaran agama melarang korupsi, sehingga mereka yang betul-betul beragama tidak akan melakukan perbuatan itu.

Kebenaran versi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan terkait dengan pesta demokrasi 5 tahunan, baik berupa undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu), maupun PKPU.

Tahapan pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, sebagaimana diatur PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan, Jadwal, dan Program Pemilu 2024. Tahapan ini mulai 24 April hingga 25 November 2023.

Agar tidak terjebak oleh kepentingan tertentu, seyogianya caleg mematuhi aturan main dana kampanye yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Dana kampanye pemilu bersumber dari partai politik dan calon anggota legislatif (DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota) dari partai politik yang bersangkutan. Sumber lain adalah sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.

Dana kampanye pemilu dapat berupa uang serta barang dan/atau jasa. Dana kampanye berupa uang ditempatkan pada rekening khusus dana kampanye partai politik peserta pemilu pada bank.

Sementara itu, dana kampanye berupa sumbangan dalam bentuk barang dan/atau jasa dicatat berdasarkan harga pasar yang wajar pada saat sumbangan itu diterima.

Disebutkan pula bahwa dana kampanye tersebut dicatat dalam pembukuan penerimaan dan pengeluaran khusus dana kampanye pemilu yang terpisah dari pembukuan keuangan partai politik.

Dalam UU Pemilu, disebutkan bahwa rentang waktu pembukuan dana kampanye, yakni sejak 3 hari setelah partai politik ditetapkan sebagai peserta pemilu dan ditutup 7 hari sebelum penyampaian laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye pemilu kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU.

Pasal 330 UU Nomor 7 Tahun 2017 menyebutkan bahwa dana kampanye pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang bersumber dari sumbangan pihak lain bersifat tidak mengikat dan dapat berasal dari perseorangan, kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah.

Namun, sumbangan pihak lain perseorangan maksimal Rp2,5 miliar serta kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah tidak melebihi Rp25 miliar (vide Pasal 331 UU Pemilu) apakah di kemudian hari tidak akan mengekang wakil rakyat dalam menjalankan tugas dan fungsinya?

Meski sumbangan itu bersifat tidak mengikat, apakah ada jaminan penyumbang tidak meminta imbalan kepada wakil rakyat yang terhormat di kemudian hari? Masalahnya, makin besar menerima sumbangan, maka makin sempit pula “kemerdekaan” yang bersangkutan dalam bersikap dan bertindak.(net)