Krsumsel.com – Pemilik total 120 hektar tanah yang berada di Dusun IV Desa Sungai Menang, Kecamatan Sungai Menang, Kabupaten Ogan Komering Ilir mengaku bahwa perjanjian yang disampaikan oleh PT Lampung Karya Indah (LKI) sejak tahun 2011 hingga kini belum terselesaikan.
Untuk itu, ia meminta kejelasan jika tak mau ganti rugi, maka ia meminta agar dibuatkan surat penyerahan hak tumbuh tanam.
Karena, selama ini perusahaan enggan menyelesaikan hak-hak masyarakat meski sudah hampir 12 tahun berlangsung.
Pemilik lahan bernama Budi Wanudi juga mengaku diberikan janji palsu alias PHP (pemberi
harapan palsu) oleh PT Lampung Karya Indah soal adanya ganti rugi lahan miliknya.
“Sudah hampir 12 tahun kami menunggu janji dari perusahaan untuk mengganti rugi lahan milik saya yang sudah ditanami pohon sawit. Tetapi setelah kami tunggu-tunggu, janji tersebut tidak kunjung direalisasikan,” ujarnya saat ditemui di kantor PWI OKI pada Kamis (9/3/2023) siang.
Menurutnya permasalahan tersebut berawal dari adanya janji manis dari pihak perusahaan yang meminta izin untuk lebih dulu menanami tanah miliknya dengan pohon sawit.
Setelah itu, barulah pihak perusahaan akan melakukan ganti rugi atas tanah yang sudah ditanaminya tersebut.
Tepat pada bulan Mei tahun 2011 lalu sudah diadakan musyawarah mufakat dengan pemilik lahan dan tanam tumbuh diatasnya yang terkena lokasi pembangunan perkebunan kelapa sawit PT LKI di Dusun V.
“Dalam perjanjian itu disebutkan saya sebagai pihak pertama mewakili beberapa pemilik tanah (nama-nama pemilik tanah terlampir) yang menyerahkan tanah dan surat kepemilikan masing-masing yang sah dan tidak sengketa dengan pihak lain untuk dijadikan lahan inti plasma sawit,” ungkapnya.
“Dalam surat ini juga disebut pihak kedua (asisten manager umum PT.LKI) menerima tanah dan surat-surat kepemilikan untuk dijadikan lahan inti dan plasma sawit,” jelasnya, sembari menunjuk surat perjanjian yang ditandatangani kedua belah pihak.
Ditegaskan juga dalam surat membenarkan jika tanah seluas 120 hektar termasuk tanam tumbuh diatasnya adalah miliknya (pihak pertama) yang tercantum dalam surat pengakuan hak (SPH) tanah nomor : 593/01/SPH-SM/2011 sampai nomor : 593/60/SPH-SM/2011 dan serah terima serta daftar nama-nama pemilik tanah merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan.
“Setelah serah terima surat tanah oleh kedua belah pihak yang dibuktikan dengan surat serah terima, maka tanah tersebut termasuk tanam tumbuh yang berada di atasnya akan dipakai dan dipergunakan sepenuhnya oleh pihak kedua (perusahaan) untuk kepentingan pembangunan perkebunan kelapa sawit inti dan plasma,” jelasnya didampingi Darman.
“Dalam poin terakhir juga disebutkan proses ganti rugi lahan inti akan dilaksanakan setelah adanya kesepakatan harga antara pihak pertama dan pihak kedua. Namun saat itu pihak kedua ingin mengganti rugi setiap hektarnya dengan harga Rp 1 juta dan kami tidak setuju,” tambahnya.
Dengan tidak ketemunya titik kesepakatan. Pihak perusahaan PT LKI menjanjikan akan tetap mengganti rugi seluruh lahan tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari penawaran sebelumnya.
“Tetapi setelah kami tunggu-tunggu, janji tersebut tidak kunjung direalisasikan sampai dengan sekarang. Bahkan kalau dihitung sudah hampir 12 tahun mereka memberikan harapan palsu (PHP),” cetusnya.
Atas dasar tersebut juga, pihaknya sudah mengajukan perdata ke pengadilan negeri Kayuagung dan telah mendapatkan kekuatan hukum tetap atau inkrah.
“Jadi sewaktu saya mengajukan ke PN Kayuagung telah diputuskan jika surat SPH itu memang benar adanya dan telah dikabulkan,” sebutnya.
Adapun terhadap lahan tersebut, Budi meminta penyerahan status kepemilikan dan tanam tumbuh diatasnya. (Atta)