Krsumsel.com – “Daripada hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri”. Mungkin pepatah ini tidak berlaku bagi Jal dan kawan-kawan ketika sedang menikmati gemerincing Yuan yang mengalir deras ke pundi-pundinya.
Hidup di negeri orang jauh lebih menjanjikan dibandingkan di negeri sendiri, meskipun jauh dari keluarga dan sanak saudara. Oleh karena itu, seberapa terjal jalan menuju negeri seberang, mereka lalui tanpa mempertimbangkan risiko yang bakal dihadapi karena tekad memperbaiki nasib telah membaja.
“Saya tidak menyangka kalau harus berakhir di sini,”kata pria kelahiran Lombok Nusa Tenggara Barat 42 tahun silam itu, Kamis (2/3). Jal bersama dengan enam rekannya yang semuanya berjenis kelamin laki-laki yakni Il, Ham, Nur, Sya, EDJ, dan EDS, kini harus meringkuk di balik dinginnya jeruji penjara yang jauh di pinggiran Qingdao.
Di Qingdao, kota wisata yang sangat populer di pesisir timur daratan Tiongkok pada November 2022, langkah mereka mengais rezeki harus terhenti. Semula, mereka bekerja di salah satu pabrik plastik dengan upah antara 6.000 hingga 7.000 Yuan atau setara dengan Rp13,3 juta hingga Rp15,5 juta perbulan.
Nur, pria berusia 36 tahun asal Bojonegoro Jawa Timur itu diantar seorang agen lokal untuk bekerja di pabrik plastik. Di pabrik plastik di kota yang identik dengan penghasil bir kenamaan di China itulah, Nur mengenal keenam rekannya yang berasal dari Lombok dan Cirebon Jawa Barat.
Sebelumnya mereka tidak saling mengenal karena jalur yang mereka lalui dalam merambah China daratan juga berbeda, meskipun berasal dari satu agen pengerah tenaga kerja di Indonesia yang bekerja sama dengan agen lokal. Nur mengisahkan awal masuk ke wilayah China daratan pada tahun 2017, masuk lewat Vietnam, sementara pekerja lainnya ada yang melalui jalur lain lagi.
Saat itu dia juga tidak merasa ada yang janggal atau ada yang salah, padahal di paspornya tidak ada stempel imigrasi lazimnya pelaku perjalanan internasional yang baru saja tiba di China daratan.
Awalnya dia tidak tahu negara mana yang menjadi tempat tujuan untuk bekerja. Yang dia ketahui adalah bagaimana segera meninggalkan Indonesia agar bisa bekerja di luar negeri karena utang dan tabungannya senilai Rp25 juta telah terkuras habis untuk mengurus segara keperluan.
Saat diperintahkan berangkat ke Vietnam, Nur bersama Il menjalankannya tanpa banyak tanya. Sesampai di Vietnam itulah, mereka mendapatkan visa masuk China. Il yang mengaku tidak tahu-menahu tentang jenis visa yang ditempel di paspornya oleh pihak Kedutaan China di Vietnam itu.
Di Vietnam sudah ada orang yang menjemputnya. Bersama dengan beberapa pekerja ilegal lainnya dari berbagai negara, Nur dan Il naik bus menuju China. Mereka tidak langsung bekerja di pabrik plastik di Qingdao, tapi berkeliling dulu ke sejumlah pabrik di wilayah selatan, tengah, dan timur daratan Tiongkok.
Apesnya, baru dua bulan bekerja, ketujuh pekerja ilegal asal Indonesia itu tertangkap oleh petugas kepolisian saat sedang bekerja di pabrik plastik itu pada 17 Januari 2023. Aparat kepolisian Kota Qingdao langsung menjebloskan mereka ke penjara yang sangat jauh dari pusat keramaian di Distrik Jimo karena mereka tidak mampu menunjukkan dokumen resmi sebagai tenaga kerja asing di China.
Visa yang mereka kantongi juga telah lama habis masa berlakunya, sehingga mereka terjerat dua pasal pelanggaran sekaligus, yakni bekerja secara ilegal dan izin tinggal yang melewati batas waktu.
Mereka terlihat semringah dan tidak ada tanda-tanda kesedihan yang tergambar di raut mukanya manakala tim dari Atase Imigrasi Kedutaan Besar RI di Beijing mendatangi mereka di tempat penahanan pada Sabtu (25/2/2023).(net)