Hari Guru : Momentum Refleksi Guru

oleh
Penulis : GALERY NATALIYA, S.Pd PNS GURU SENI BUDAYA SMP

Krsumsel.comSelamat hari Guru, itulah yang sering kita dengar setiap tanggal 25 November. Pada hari itu banyak murid yang mengucapkan selamat atau memberi kado sebagai tanda ucapan terima kasih.

Namun, sebagai seorang guru sesungguhnya tidaklah terlalu berharap untuk diberi ucapan selamat ataupun diberi kado dari siapapun, tapi cukup dihormati, dihargai, dicintai dan didoakan, karena guru sudah selayaknya dianggap sebagai pengganti orang tua disekolah. Berkat jasa gurulah kita bisa menjadi seperti saat sekarang ini, bisa menentukan tujuan hidup dan mewujudkan cita-cita.

Salah satu jasa seorang guru adalah mengajar. Namun guru bukan hanya mengajar dan menyampaikan materi saja, tapi lebih dari itu guru membantu orang tua mendidik anaknya. Ada beberapa hal yang tidak bisa orang tua didik saat di rumah, oleh karena itu mereka menitipkan anaknya kepada guru di sekolah.

Seperti anak-anak mampu berlatih berkomunikasi dan bersosialisai di sekolah, dimana guru berperan memberikan murid rasa percaya diri, mengajarkan kekompakan dan gotong royong,  membiasakan murid berkomunikasi untuk berperan aktif dalam kelompok. Serta yang paling penting guru membentuk karakter terhadap muridnya.

Awalnya saya pikir guru yang baik dan profesional itu adalah guru yang mampu menguasai materi di luar kepala, mengajar materi dengan aplikasi yang canggih, dan mengajar dengan media pembelajaran yang inovatif dan menarik. Seiring berjalannya waktu, saya sadari bahwa menjadi seorang guru yang baik adalah guru yang bisa menciptakan suasana kelas dimana murid merasa dihargai dan tidak dibeda-bedakan, sehingga murid menjadi percaya diri, berani menyampaikan pendapat, dan mandiri dalam belajar.

Saat kegiatan belajar mengajar, guru harus mampu menjadi pendengar yang baik. Menjadi pendengar yang baik bagi murid merupakan salah satu refleksi guru untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.

Mendengar keluhan dan permasalahan murid bertujuan untuk memahami kesulitan yang dihadapi saat belajar. Hal ini agar tidak muncul steriotipe, seorang murid yang tidak menguasai suatu materi malah dicap bodoh atau malas. Bisa jadi permasalahan itu terjadi karena diri kita sendiri sebagai guru.

Mungkin karena metode pembelajaran kita atau penyampaian media pembelajaran yang kurang menarik.  

Refleksi diri sebagai guru juga bermanfaat untuk menuntun pendidikan kembali ke tujuan yang benar. Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara pernah menegaskan bahwa tujuan pendidikan adalah memerdekakan manusia, yaitu manusia yang selamat dan bahagia.

Lantas, apakah menjadi manusia yang selamat dan bahagia ini diajarkan di sekolah? Apakah mempelajari aljabar, mempelajari kerajaan-kerajaan di Indonesia, mempelajari keanekaragaman flora dan fauna, dan lain-lain menjadikan manusia selamat dan bahagia? Kalau hanya dipikirkan sekilas, maka seolah-olah pelajaran tertentu mungkin tidak ada faedahnya bagi murid di masa depan.

Namun sesungguhnya bukan itu yang diharapkan, melainkan bagaimana proses berpikir dan memecahkan masalah yang sangat diperlukan oleh murid saat belajar.

Sehingga, pada saat sekarang sistem pembelajaran haruslah berorientasi pada murid, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator saja. Apalagi di era revolusi industri 4.0, kompetensi yang sangat dibutuhkan yaitu 4 C : Critical Thinking and Problem Solving (berpikir kritis dan memecahkan masalah), Creativity (kreativitas), Collaboration (bekerja sama), dan Communication (berkomunikasi). Sudah sepatutnya, jika kita sebagai guru masih mengajarkan anak dengan cara menyuruh mereka mencatat, masih mendikte pelajaran, maka itu sama saja kita tidak memerdekakan murid di masa depan.

Meski peran guru begitu besar, namun guru masih dianggap sebelah mata. Lulusan guru memang banyak, formasi pembukaan guru juga banyak, akan tetapi untuk kesejahteraan guru, terutama guru tidak tetap (GTT) masih cukup mengelus dada. Teringat perkataan Jerome Polin bahwa jika guru masih berpikir dan khawatir besok makan apa, maka bagaimana ia dapat memikirkan siswa-siswa nya.

Untuk itu guru harus sejahtera supaya ia lebih fokus mendidik siswa siswanya. Minimal mampu mencukupi kebutuhan hidupnya dan mampu untuk mengembangkan kompetensinya. Seperti melanjutkan pendidik, mengadakan penelitian, mengikuti seminar, yang tentu terkadang membutuhkan biaya. Meskipun begitu, sejatinya bayaran yang paling mahal bagi saya seorang guru adalah ketika melihat murid yang pernah saya ajar berkata “Bu makasih ya sudah pernah ngajar saya, sekarang saya lulus polwan”.

Anak tersebut dulunya merupakan anak pemalu yang sangat tidak percaya diri apalagi untuk berbicara di depan kelas. Rasanya ini merupakan bayaran termahal bagi saya. Bukan uang, bukan jabatan melainkan apresiasi yang besar bagi kesuksesan murid.

Terakhir yang tak kalah penting, guru perlu senantiasa mengembangkan diri pribadinya sendiri menjadi lebih baik, karena guru adalah role model atau teladan bagi murid-muridnya.

Bukan hanya menjadi guru yang berpenampilan rapi, berakarakter baik, namun juga menjadi guru yang menginspirasi dan memotivasi muridnya untuk berkembang dan maju. Itu semua dapat terwujud jika guru mengajar dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab.

Sehingga untuk para guru mari mengajar dengan tulus dan penuh kasih sayang sampai suatu hari nanti murid kita berkata, “Aku jadi seperti ini, aku meraih cita-cita ini tak lepas dari dukunganmu, guru. Terima kasih guru”.