12 Tahun Tanah Dikuasai PT, KT Penyeberangan Harimau Minta Keadilan

oleh
Hermanto tim kuasa hukum Kelompok Tani Penyeberangan Harimau Desa Cinta Jaya Kecamatan Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Ilir

Krsumsel.comAnggota Kelompok Tani (KT) Penyeberangan Harimau Desa Cinta Jaya Kecamatan Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) terus berjuang meminta dikembalikan haknya atas tanah seluas 2.233 hektare (ha) yang dikuasai  PT Mutiara Bunda Jaya  kurang lebih selama 12 tahun.

Didampingi kuasa hukumnya, Kelompok Tani Penyeberangan Harimau di Desa Cinta Jaya beserta anggota yang mengklaim pemilik tanah sah dengan luasan 2.233 hektar di Kecamatan Pedamaran dengan memiliki surat yang dikeluarkan oleh Pjs Pasirah Marga Danau atas nama Fikri Saleh, meminta haknya dikembalikan.

Kuasa Hukum Kelompok Tani Penyeberangan Harimau, Hermanto SH MH mengatakan, sesuai dengan surat keterangan kepemilikan tanah yang dikeluarkan oleh Fikri Saleh Pesirah Marga Danau yang meninggal tahun 2021.” Kelompok tani ini sebelumnya telah memberikan kuasa, tersisa yang masih hidup empat orang yakni Sohargani, Tanjung, Lukman dan Umar Dani,”terangnya Kamis (1/9/2022).

 [crosslink_1]

“Kami selaku kuasa hukum, akan terus berjuang agar tanah milik Kelompok Tani Penyeberangan Harimau yang berada di Desa Cintajaya, yang saat ini diklaim dan dikuasai oleh pihak lain tanpa adanya musyawarah dan ganti rugi, agar bisa dikembalikan,” tegas Hermanto.

Berbagai langkah telah dilakukan untuk membela kaum tani ini, jelas dia, diantaranya dengan mengumpulkan surat-surat sebagai bukti kepemilikan tanah para anggota kelompok tani. Kemudian melayangkan surat kepada Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Biro Hukum Pemkab OKI, Catatan Sipil serta ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan berbagai pihak lainnnya.

Diceritakannya, semula lahan tersebut seluas 2.233 hektar kemudian tinggal 400 hektar yang tidak dibuka oleh pihak PT Lahan ini terletak pada satu hamparan di Desa Cinta Jaya Kecamatan Pedamaran Kabupaten OKI. Tahun 2008 pengerjaan oleh eskavator tersebut dihentikan.

Lalu pada (5/1/2009) terbit Surat Keputusan (SK) Bupati OKI tentang Izin Lokasi Perkebunan kelapa Sawit seluas 12.400 Ha yang ditujukan kepada PT Mutiara Bunda Jaya (PT Sampoerna Agro Tbk).

Surat yang diterbitkan pada masa pemerintah Bupati H Ishak Mekki, memerintahkan perusahaan untuk menginventaris kepemilikan lahan sesuai izin lokasi dan selajutnya untuk memberikan ganti rugi bagi pemilik tanah yang masuk dalam izin lokasi tersebut.

Diduga proses menginventarisasi kepemilikan lahan yang tidak benar, sehingga turun SK Bupati OKI pada 9 Februari 2012 Nomor 170 yang berisi penetapan yang berhak memperoleh ganti rugi sebagai pemilik tanah yang sah di lokasi tersebut dan Kelompok Tani Penyeberangan Harimau tidak masuk dalam keputusan tersebut.

Kemudian pada September 2012 Kades Cinta Jaya mengajak Tanjung membuat Surat Pengakuan Hak (SPH) di PT Sampoerna Agro seluas 600 hektar dan mengukurnya dengan melibatkan pihak perusahaan. Setelah pengukuran tersebut juga tak terjadi kesepakatan sehingga tidak ada ganti rugi.

Belum adanya titik temu dari musyawarah tersebut, kemudian pada tahun 2014 Bupati OKI mengundang rapat kepada para pihak pada tanggal 2 Desember 2014 yang dihadiri oleh Tanjung dan Ewasari.

Pertemuan itupun tidak menghasilkan kesepakatan hingga tahun 2015 Bupati dan Wabup OKI HM Rifai mengundang rapat lagi. Saat itu mantan Pesirah Fikri Saleh juga hadir. 

Kemudian pada tahun 2018 Kementerian PUPR memerintahkan PT Hutama Karya untuk menitipkan uang konsinyasi kepada Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung OKI uang senilai Rp 9 miliar lebih untuk membayar lahan sepanjang 33 km yang terkena pembangunan jalan tol.

Penitipan uang tersebut untuk membayar ganti rugi 56 orang yang punya atas hak sesuai keterangan Kementerian PU PR.

“! Anehnya dari ke-56 orang yang akan memperoleh ganti rugi tersebut tidak ada satupun anggota dari Kelompok Tani Penyeberangan Harimau,”tegas Hermanto.

Melihat kenyataan itu para anggota Kelompok Tani Penyeberangan Harimau melakukan gugatan dalam Register Nomor 40/Pdt.G/2021/PN Kag, Hakim dalam putusan tersebut menolak gugatan Kelompok Tani Penyeberangan Harimau, namun dalam fakta persidangan terungkap adanya 50 SHM yang terbit di September 2015. 

Hal tersebut terlihat aneh karena Mei 2015 lahan tersebut masih dalam pembahasan Bupati dan Wabup OKI HM Rifai dengan Kelompok Tani Penyeberangan Harimau beserta perusahaan PT Mutiara Bunda Jaya (PT Sampoerna Agro Tbk).

Saat ini, Kelompok tani Penyeberangan Harimau melalui kuasa hukumnya dari Integrity Law Firm menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan upaya non litigasi dengan mengirimkan surat permohonan mediasi sebanyak 2 (dua) kali ke BPN mengacu pada peraturan undang-undang dan peraturan Menteri ATR/Kepala BPN bahwa dalam menangani kasus pertanahan, mediasi adalah cara yang terbaik. 

Seperti yang diketahui, mediasi merupakan proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak yang difasilitasi oleh Kementerian ATR/BPN bersama dengan mediator pertanahan. 

Dengan mediasi, tidak perlu lagi proses peradilan yang dijalankan di pengadilan dengan tugas memeriksa, memutus, dan mengadili perkara.

 
Tetapi tidak mendapatkan respon dari pihak BPN, oleh karenanya kami menduga adanya peran dari kelompok mafia tanah dan dalam kesempatan ini juga kami menagih janji Menteri ATR/Kepala Badan Pertanahan Nasional Hadi Tjahjanto yang berjanji akan memberantas mafia tanah yang selama ini merugikan masyarakat luas.

Sementara itu, Humas PT Sampoerna Agro Tbk, Fajar mengaku, permasalahan tersebut antar calon petani plasma dalam memperoleh lahan yang mau diajukan ke perusahaan. Dalam mengelola lahan perkebunan perusahaan tetap patuh terhadap putusan hukum yang berlaku, dalam memperoleh lahan untuk plasma harus sesuai dengan prosedur yang berlaku dan sesuai dengan SK Bupati. (atta)