Kesalahan lain adalah menyebut “Indonesia”. Seolah-olah Indonesia sudah lama ada dan dijajah Belanda selama 350 tahun. Indonesia baru lahir pada 17 Agustus 1945. Sebelum itu adalah Hindia Belanda, dan sebelumnya pada abad ke-19 adalah Kesultanan Aceh, Kerajaan Bone, Kerajaan Klungkung, dan lain-lain. Indonesia sebagai sebuah negara, belum ada.
Ada pula pendapat yang menampilkan Belanda sebagai penjajah yang tidak mengalami perubahan dalam kurun waktu tiga setengah abad. Ini jelas tidak benar. Yang mulai menjajah sebenarnya adalah sebuah perusahaan multinasional bernama VOC atau gampangnya Kumpeni. Selama abad 17 dan 18, Belanda merupakan republik. Ketika VOC bangkrut, jajahannya diambil alih oleh Belanda yang masih belum bercorak monarki. Kemudian muncul apa yang disebut interregnum (penguasaan sela) Inggris pada awal abad ke-19 dengan Sir Thomas Stanford Raffles sebagai gubernur jenderal. Pada waktu itu Belanda sendiri dijajah oleh Napol on.
Ketika Belanda merdeka dari jajahan Prancis dan berubah menjadi kerajaan serta Inggris mengembalikan Nusantara, Belanda benar-benar menguasai Indonesia pada 1813. Tak lama kemudian dengan memberlakukan Tanam Paksa, alam dan rakyat Jawa langsung dijadikan sapi perahan. Sebagai kerajaan, wilayah Belanda masih mencakup wilayah Belgia. Keduanya masih satu kerajaan. Bahkan salah satu gubernur Hindia Belanda pada awal abad ke-19, Leonard du Bus de Gisignies, adalah orang Belgia. Jangan-jangan ini berarti kita juga pernah dijajah Belgia? Pada 1830 Belanda kembali mengalami perubahan karena Belgia memisahkan diri.
Nah, kalau hanya menyebut Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun, selain jangka waktu itu salah, pelbagai perubahan penting yang terjadi di Belanda selama kurun waktu tiga setengah abad akan luput dari sudut pandang kita. Bagaimana membicarakan kolonialisme Belanda tanpa terjebak dalam pelbagai kesalahan tadi? Jangan khawatir: tanpa menyebut durasinya, kita masih tetap bisa menuding banyak keburukan kolonialisme Belanda di Indonesia. Salah satunya, dan ini jarang sekali diungkap orang adalah Tanam Paksa.
Orang Belanda sendiri mengakui betapa Tanam Paksa merupakan cara menyedot kekayaan dari wilayah jajahan. Bahkan sampai Cees Fasseur pun, sejarawan konservatif Belanda, mengakui hal itu. Katanya, berkat apa yang disebut Indische baten (keuntungan Hindia), Belanda bisa membangun jaringan kereta api yang sampai sekarang masih dipergunakan. Demikian pula dua jalan air penting Belanda, Noordzeekanaal dan de Nieuwe Waterweg, dibangun dengan keuntungan Hindia itu.