Sosialisasi tersebut menurut Wahid sudah dilakukan sejak Sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) digaungkan pada tahun 1986 dalam Inpres nomor 3 tahun 1986 tentang sistem pengendalian hama terpadu.
Sehingga dengan adanya sosialisi tersebut, petani bisa mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan pestisida kimia dan beralih ke penggunaan agens hayati.
“Agens hayati yang diproduksi oleh Laboratorium di Balintan sendiri berupa Trichoderma, PGPR, Beauviria bassiana, dan Paeny bacillus,” ucapnya.
Agens hayati tersebut didistribusikan ke IP3OPT untuk dilakukan perbanyakan sehingga ketika para petani membutuhkan stok agens hayati, mereka bisa mendapatkannya dengan mudah melalui petugas POPT.
Selain itu, melalui klinik PHT yang dibentuk, petani juga diedukasi untuk bisa memperbanyak agens hayati.
Sehingga ke depannya diharapkan petani bisa menjadi mandiri dan mengembangkan pengetahuan yang sudah didapatkan kepada petani lain yang belum mengetahuinya.
Dengan cara itu, secara tidak langsung petani juga berkonstribusi sebagai perpanjang tangan dari IP3OPT di masing-masing daerah.(anjas)