Dengan kebijakan penangkapan terukur yang bakal dijalankan pada 2022, maka dia menegaskan bahwa direktorat jenderal perikanan tangkap harus siap pula untuk menjalankannya, dengan infrastruktur yang tersedia.
Menteri Trenggono meyakini bahwa pada tahun depan bisa mencapai lebih dari Rp3 triliun. “Kalau pada akhir tahun 2022, PNBP bisa mencapai Rp4 triliun, kita sudah setara dengan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan),” katanya.
Belum lagi, lanjutnya, ada potensi tagihan sekitar Rp350 miliar terkait izin pengeboran migas di lautan, sehingga bila kalau sudah dibayar maka total akan bisa tembus Rp1,2 triliun atau sekitar dua kali lipat dari tahun sebelumnya.
Seperti diketahui, realisasi PNBP Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap pada tahun-tahun sebelumnya tidak mencapai jumlah tersebut, yaitu Rp643,6 miliar pada 2020, Rp559,7 miliar pada 2019, dan Rp519,33 miliar pada 2018.
Sebelumnya, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengingatkan bahwa regulasi yang terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor perikanan perlu mempertimbangkan banyak hal agar penerapannya juga sesuai dengan kondisi di lapangan.
“PNBP kelautan dan perikanan itu memang secara prinsip perlu ditingkatkan, karena pemanfaatan sumber dayanya juga besar dan terus meningkat. Tapi soal waktu, jenis, dan berapa banyak yang harus dipungut, itu harus mempertimbangkan banyak hal,” kata Ketua Harian KNTI Dani Setiawan di Jakarta, Rabu (29/9).
Dani mengemukakan, hal yang harus dipertimbangkan apakah pengaturan PNBP perikanan tersebut secara momentum, karena hal itu dilakukan saat ini di tengah pemerintah justru sedang banyak memberi insentif keringanan pajak akibat pandemi.(Anjas)