Menurutnya, saat erupsi dan awan panas terjadi, warga tidak sempat menyelamatkan barang-barang dapur, sehingga ACT berinisiatif memberikan makanan siap santap tersebut.
Apabila organisasi memberikan bahan mentah, otomatis memberikan tugas kepada para pengungsi untuk memasak, sedangkan kompor dan alat masak tidak ada, bahkan beberapa sumber air bersih justru tercemar abu vulkanik.
Juru Masak Food Bus ACT Sutanto mengatakan lauk utama yang disajikan kepada para pengungsi biasanya berupa makanan-makanan Indonesia, seperti rendang, semur, atau dendeng.
Dia menjelaskan proses memasak yang baik maksimal dua jam, kemudian dua jam lagi untuk maksimal distribusi agar masakan tetap dalam kondisi baik untuk dikonsumsi tubuh.
“Lauk utama yang sering kami masak biasanya ayam dan daging. Menu tambahannya dari ahli gizi biasanya telor, tempe, tahu, dan untuk mencukupi karbonhidrat biasanya dikasih mie,” terang Sutanto.(Anjas)