Sudirman menyampaikan, kasus ini bermula dari pembakaran oleh perusahaan sawit di atas lahan sekitar 1.000 hektare di area lahan gambut Rawa Tripa, Kabupaten Nagan Raya pada periode 2009-2012.
“Padahal area itu merupakan kawasan hutan lindung yang seharusnya dijaga dan dilestarikan. Namun, perusahaan membakar lahan itu karena ingin menjadikannya sebagai area perkebunan kelapa sawit,” katanya.
Akibat tindakan itu, kata Sudirman, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI pada 15 Juli 2014 melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Meulaboh.
Setelah proses sidang yang panjang, PN Meulaboh memvonis PT Kallista Alam bersalah dan wajib membayar ganti rugi Rp366 miliar, dengan rincian Rp114,3 miliar ke kas negara dan membayar dana pemulihan lahan Rp251,7 miliar.
Setelah itu, lanjut Sudirman, berbagai upaya perlawanan terus dilakukan PT Kallista Alam untuk membatalkan putusan tersebut. Namun sampai tingkat PK, Mahkamah Agung tetap memenangkan Kementerian LHK selaku penggugat, putusan bersifat inkracht dan harus dieksekusi.
Sudirman menuturkan, untuk proses eksekusi, PN Meulaboh telah mendelegasikan kewenangan kepada PN Suka Makmue.