Jakarta, KRSUMSEL.com – Menjadi perempuan yang berkecimpung di dunia musik tentulah memiliki suka dan duka yang berbeda dengan yang dirasakan laki-laki. Meski dalam banyak hal perempuan telah memiliki akses dan kesempatan yang sama dengan laki-laki, tapi bukan berarti jalan mereka mulus tanpa tantangan.
Hal tersebut turut dirasakan para personel NonaRia yang terdiri dari Nesia Ardi (vokal, snare), Nanin Wardhani (kibor) dan Yasintha Pattiasina (violin). Ketiganya sepakat, dalam hal berkarya mereka merasa tidak mengalami batasan. Hanya saja, mereka melihat tindak pelecehan seksual pada perempuan masih kerap kali terjadi.
Akan tetapi, hal yang paling mengganggu mereka adalah adanya stigmatisasi yang ditempelkan pada perempuan yang bekerja sebagai musisi.
“Rata-rata sih di luar (lingkup musik). Aku kan penyanyi ya, yang mana dulu juga nyanyi di kafe, pulang dari kafe pagi, setengah tiga pagi, itu kadang masih yang (dipertanyakan), ‘Dia sebenernya kerjanya apaan sih’. Dibilang penyanyi tuh, ‘Oh nyanyi di kafe’, dibilang perempuan nggak bener apa segala macem, tapi ya muka tebel aja. Dia kan nggak tahu saya ngapain,” cerita Nesia.Para personel NonaRia mengatakan pandangan buruk dan stigma itu justru kebanyakan datang dari orang-orang yang berada di luar lingkup musik. Saat memulai kariernya, mereka pun sempat mengalami kesulitan untuk meyakinkan pada orang-orang terdekat.
Serupa dengan Nesia, Yashita juga sempat mengalami hal serupa. “Awal-awal main musik saya juga gitu, saya pulang malem itu jadi pertanyaan, karena kami hidup biasalah, keluarga saya yang pokoknya jam sembilan tuh sudah tidur. Sedangkan musisi yang namanya main di event, itu kan di jam 10 kadang-kadang baru mulai naik panggung kan.”
Bagi Yashinta, pertanyaan tersebut tidak akan dialami oleh laki-laki. Sebab masyarakat yang patriarkal mewajarkan bila laki-laki pulang lebih malam. Bahkan, masyarakat cenderung mengapresiasi laki-laki yang pulang malam karena pekerjaan sebagai pekerja keras.
Padahal, menurut Yashinta, perempuan dan laki-laki sama saja bekerja keras untuk dapat bertahan di industri musik.
“Pulang tengah malem awal-awal itu jadi masalah, sedangkan kalau cowok-cowok itu nggak akan ditanyain kan. Malah dibilangnya pekerja keras. Padahal kan ya sama aja sebenernya,” ujar Yashinta.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, orang-orang terdekat mereka memahami apa yang mereka kerjakan. “Lama-lama orang-orang juga keluarga, lama-lama tahu musisi kerjanya kayak apa. Bahwa ini nih profesi, pekerjaan yang serius,” tutur Yashinta.
Pengalaman menjadi perempuan yang dirasakan oleh para personel NonaRia sempat mereka tuangkan dalam lagu Jadi Wanita yang mereka rilis 21 April 2019, bertepatan dengan perayaan Hari Kartini di tahun itu.
Bagi para personel NonaRia, lagu itu adalah sindiran buah dari kegeraman mereka karena permasalahan yang hanya dialami oleh perempuan masih kerap terjadi meski tahun demi tahun telah berganti.
Ketika menulis lagu itu, Nesia Ardi melihat hingga saat ini kesetaraan gender masih harus diperjuangkan padahal seharusnya hal itu sudah tercapai.
“Karena itu saya bikin lagu yang Jadi Wanita itu salah satu bentuk sinis, sekarang tahun berapa? Masa kita masih harus memperjuangkan kesetaraan gender yang harusnya itu sudah bukan jadi masalah,” ungkap Nesia.(*)