Jakarta, KRSUMSEL.com – Kemenpora melalui Sesmenpora, Gatot S Dewa Broto menanggapi keluhan Grand Master Catur Irene Kharisma Sukandar soal polemik Dewa Kipas alias Dadang Subur.
Gatot memahami keluhan Irene yang sampai menulis surat terbuka dengan tembusan Kemenpora, Komite Olahraga Nasional (KONI), Komite Olahraga Indonesia (KOI), dan Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi).
Masih menurut Irene, polemik Dewa Kipas sudah mencoreng nama baik dunia catur Indonesia. Dewa Kipas diduga tak bermain fair sehingga bisa menang atas Gotham Chess alias International Master (IM) Levy Rozman di pertandingan catur daring di chess.com.
Kemenpora yang diwakili Gatot memposisikan diri di sisi Irene sebagai perwakilan pecatur yang resah. Ia berharap Dewa Kipas bisa membuktikan kemampuannya bermain catur.
“Tentang kontroversi yang sampai ramai banget ini, kami mewajarkan sikap Irene. Dia merasa sudah berdarah-darah. Kami minta jangan ada miss dari publik, harus ada panggung. Misalnya (Dadang) main live agar bisa disaksikan, benar nggak dia punya kemampuan?” kata Gatot dalam sambungan telepon.
“Kalau ternyata bisa, berarti memang punya potensi di catur. Tapi kalau terbukti tricky, itu juga bisa ketahuan. sekarang apapun bisa kita lihat, misalnya main dan ditayangkan di youtube, biar publik bisa menilai. Tapi kami nggak akan memfasilitasi ya, kami tak mau ikut ikut campur,” ujarnya.
Irene dalam surat terbukanya juga meminta Deddy Corbuzier untuk meluruskan polemik ini. Belum lama ini, Deddy memang memberi panggung ke Dewa Kipas lewat podcast dan saluran Youtube tanpa mencurigai dugaan kecurangan yang dilakukan.
Malah Deddy juga menyemprot Kemenpora karena dianggap tak mendukung kiprah Dewa Kipas yang sudah mengharumkan catur Indonesia. Tapi tidak dibuktikan apakah Dewa Kipas bermain jujur dalam kemenangannya selama ini.
Soal itu, Gatot sependapat dengan Irene. Jangan memberi panggung kepada orang yang salah. Terlebih, ini bukan kali pertama Deddy menghadirkan orang yang dianggap bermasalah.
“Soal di acara Deddy sebenarnya tidak masalah, tapi jangan kasih panggung ke orang yang salah. Kaya Taufik Hidayat juga pernah kan dapet panggung bilang ada tikus Kemenpora. Tapi saat diminta membuktikan dia (Taufik Hidayat) nggak bisa,” tutur Gatot.
Sementara soal anggapan diskriminatif ke atlet, Kemenpora punya alasan tak memberi penghargaan ke Dewa Kipas. Deddy juga menyemprot Kemenpora dengan menyebut tak mendukung Dewa Kipas meski berprestasi di catur daring internasional.
“Kami nggak bisa begitu mentang-mentang katanya dia (dadang) berprestasi. Kalo eventnya diakui secara internasional, itu baru bisa. kedua, di sini dia didukung nasional (Percasi) nggak?” ucap Gatot.
“Ketiga, poinnya, kami itu harus mendidik publik agar tak sembarangan, karena kan kami sedang gigih masalah tata kelola dan baru dapat penghargaan WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Bisa saja kami kasih penghargaan meski memang dia sendiri lalu direkap Percasi, tapi itu kan nggak pernah,” katanya lagi.
Gatot mencontohkan sikap Kemenpora yang pernah memberi penghargaan ke atlet-atlet yang kiprahnya sempat tak terpantau. Misalnya Samantha Edithso di level senior sekaligus mendapat gelar Grandmaster setelah menjadi juara dunia catur cepat.
Saat itu, Samantha juara dengan statusnya sebagai pecatur cilik berusia 10 tahun. Atas prestasinya, Samantha diundang ke Kemenpora dan bertemu Menpora saat itu, Imam Nahrawi.
“Dibilang diskriminatif karena cuma kasih penghargaan ke atlet Asian Games, nggak juga. Pernah ada contohnya, pernah ada juara dunia karate yang bukan dari naungan Forki, dia juara dunia lalu di diundang Pak Imam (menpora terdahulu),” tutur Gatot.
“Ada juga pecatur cilik main cepat, itu kami terima kami dan kasih penghargaan. Jadi sudah clear ya sikap kami soal ini,” ucapnya memungkasi.(*)