Sebelumnya, pembangunan masjid yang digadang-gadang terbesar se-Asia itu telah menyerap dana hibah yang bersumber dari APBD Sumsel total Rp130 miliar pada 2015-2017.
“Kasus ini sudah kami naikkan ke penyidikan, modus pidananya bisa penggelapan, proyek fiktif atau mark up, nanti segera ditetapkan tersangkanya,” kata Khaidirman menambahkan.
Mantan Kabiro Hukum dan HAM Pemprov Sumsel Ardani setelah menjalani pemeriksaan, mengaku Tim Pidsus Kejati Sumsel tidak spesifik menanyakan terkait Masjid Sriwijaya.
“Pertanyaannya seputar gugatan lahan di Jakabaring, karena saya dulu memang banyak menangani sengketa lahan, tidak khusus soal itu (Masjid Sriwijaya, Red),” katanya.
Sedangkan mantan Sekda Sumsel Mukti Sulaiman mengatakan tidak mengetahui detail perencanaan pembangunan Masjid Sriwijaya, ia hanya mengetahui jika dana yang dibutuhkan untuk membangun masjid itu butuh Rp600 miliar.
“Dari yang dibutuhkan itu baru diberikan Rp50 miliar (2015) dan Rp80 miliar (2017) lewat skema hibah,” ujarnya pula.
Ia menyebut mangkraknya pembangunan Masjid Sriwijaya sejak 2018 karena murni masalah penganggaran, sebab pada saat bersamaan Sumsel juga sedang fokus mengawal agenda skala prioritas yakni Asian Games 2018 dan pembangunan LRT Sumsel.
“Makanya dana untuk Masjid Sriwijaya baru bisa diberikan sebesar Rp130 miliar,” katanya lagi. (anjas)