Nelayan Tradisional Tanjungpinang Tambatkan Perahu

oleh

Tanjungpinang, KRsumsel.com – Para nelayan tradisional di Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau terpaksa menambatkan perahu kecil yang mereka miliki karena tidak berani melaut bersamaan gelombang tinggi belakangan ini.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Tanjungpinang Zulkarnaen di Tanjungpinang, Minggu, mengatakan nelayan tradisional yang menggunakan perahu kecil tidak dapat melaut saat ini lantaran gelombang mencapai 2-3 meter.

Di Pulau Pangkil, Pulau Sore, Pulau Los, dekat perairan Pulau Galang, dan sekitar Pulau Benan gelombang laut mencapai 3 meter sehingga nelayan yang menggunakan perahu ukuran kecil tidak dapat melaut.

“Hanya nelayan yang menggunakan perahu berukuran minimal lebar 2 meter dan panjang belasan meter yang dapat melaut,” katanya.

Zulkarnaen mengatakan produktivitas ikan pun menurun selama musim angin utara.

Selama ini, kata dia ikan hasil tangkapan nelayan lokal dijual di Tanjungpinang. Harga ikan variatif. Musim angin utara ini, rata-rata harga ikan relatif tinggi.

“Semakin sulit ditangkap ikannya, semakin mahal harganya,” ucapnya.

Ia mengatakan nelayan masih memiliki harapan besar menjelang Imlek 2021 yakni menangkap ikan dingkis.

Januari 2021, mulai musim ikan dingkis. Ikan dingkis disukai warga etnis tionghoa sebagai makanan khas imlek.

“Harga ikan dingkis cukup bagus, terutama yang bertelur,” katanya.

Jumlah nelayan di Tanjungpinang lebih dari seribu orang. Mereka terdiri dari nelayan tradisional dan budi daya ikan. Sebagian besar nelayan tinggal di Dompak, Senggarang, Kampung Bugis, Tanjungunggat dan Kampung Bulang.

Di Tanjungpinang, nelayan yang menggunakan Kelong (alat tangkap ikan berbentuk rumah panggung di tengah laut) tidak banyak, tidak seperti di Bintan maupun Lingga. Pada musim angin utara, alat tangkap ikan teri, cumi dan ikan tamban itu tidak beroperasi karena angin kencang dan gelombang tinggi.

“Jumlah kelong apung di Tanjungpinang tinggal belasan unit,” katanya.(Anjas)