“Biasanya pasca pengumuman KPU itu (Pilkada serentak) akan banjir laporan. Sebab, dikiranya DKPP bisa merubah hasil pemilu, padahal tidak seperti itu, tapi yang dilakukan hanya penegakan kode etik,” ungkap Ketua DKPP, Prof Muhammad saat diskusi Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media di Makassar, Kamis.
Mantan Ketua Bawaslu RI ini menjelaskan, DKPP tidak punya hak memberhentikan tahapan Pilkada serentak yang digelar pada 270 daerah, sembilan provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota di Indonesia.
“DKPP tidak punya hak memberhentikan tahapan. Tapi itu ranah ada di Bawaslu, DKPP hanya menilai perilaku penyelenggaranya,” kata Muhammad.
Kendati demikian, publik sepenuhnya belum terlalu mengenal lembaga ini, karena baru berusia delapan tahun. Berbeda dengan KPU dan Bawaslu itu jauh lebih tua, sehingga kewenangannya jauh lebih besar.
Apalagi yang selalu hangat menjadi pembicaraan, kata dia, terkait penundaan Pilkada serentak dikarenakan kondisi dan situasi pandemi Coronavirus Disease (COVID-19) di Indonesia selalu menjadi alasan penundaan pesta demokrasi tersebut.
“Kami tentu tidak mau dianggap sebagai penghambat penyelengara. Tugas DKPP sebenarnya hadir untuk menjaga kehormatan, karena kalau penyelanggara tidak menjaga kehormatan itu, maka bisa saja merubah suara seenaknya,” beber dia.
Ia pun selalu menekankan serta mengingatkan kepada penyelenggara pemilu agar selalu menjaga integritasnya, agar proses demokrasi di negara ini berjalan sesuai konstitusi dan tidak menimbulkan kekacauan membuat terjadinya konflik baru yang mengancam keutuhan bangsa.
“Integritas itu kita melaksanakan tugas negara, tidak dipengaruhi lingkungan eksternal, tapi dengan suka dan rela sesuai dengan aturan yang kita yakini, bukan melepas kewajiban saja, dan tidak merasa ditekan dari pihak manapun,” tegasnya.
Ia menjelaskan, wilayah etik ini bukan soal benar atau salah, patuh atau tidak patuh. Kalau penyelenggara kelihatan terlalu dekat degan peserta pemilu, maka itu mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat , jadi penyelanggara patut memperhatikan hal tersebut.
Berkaitan dengan kondisi pelaksanaan Pilkada serentak di tengah pandemi COVID-19, pihaknya berharap tidak memunculkan klaster baru, mengingat pelaksanaan Pilkada menimbulkan kerumunan yang memudahkan penularan virus korona.
“Kita berharap tidak ada klaster. Saya sempat mematau beberapa TPS dan melihat kondisi lapangan. Kita tidak berharap Pilkada menimbulkan klaster, kita juga tidak berharap adanya pandemi menurunkan kualitas pilkada,” tambahnya.
Kegiatan tersebut juga dihadiri narasumber lain seperti Ketua Dewan Etik Dosen LLDIKTI IX Sulawesi, Prof Dr Ma’ruf Hafidz, Pengamat Politik Unhas Dr Hasrullah, dan Manajer Digital media harian Tribun Timur Masyur Amirullah.(Anjas)