Koordinator Badan Pekerja GeRAK Aceh Askhalani di Banda Aceh, Kamis, mengatakan kasus tersebut ditangani Kejaksaan Tinggi Aceh hampir dua tahun, bahkan penyidik sudah menetapkan tersangkanya.
“Tapi, sampai saat ini kasus tersebut belum dilimpahkan ke pengadilan. Karena itu, kami mendesak penanganan kasus ini dituntaskan. Apalagi penyidik sudah menetapkan tersangkanya,” kata Askhalani.
Menurut Askhalani, jika memang dalam penanganan kasus ada hambatan, kejaksaan harus menyampaikan kepada masyarakat sejauh mana perkembangannya, sehingga tidak menimbulkan asumsi negatif.
“Perkembangan perkara korupsi harus disampaikan kepada publik. Jika tidak, maka akan muncul asumsi negatif terhadap penanganan perkara yang diketahui sudah ada tersangkanya,” kata Askhalani.
Aktivis antikorupsi itu menyebutkan jika kendalanya audit atau pemeriksaan kerugian negara, maka lembaga audit negara yang memeriksanya harus menyampaikan kepada publik apa hambatan dalam menilai kerugian negara dalam kasus tersebut.
“Semuanya harus disampaikan kepada masyarakat, apa yang menjadi hambatan, sehingga perhitungan kerugian negara sampai begitu lama. Kami mengajak masyarakat untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas,” kata Askhalani.
Sebelumnya, Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Aceh Munawal menyebutkan penyidikan dugaan korupsi keramba jaring masih menunggu hasil audit kerugian negara.
“Penanganan perkara masih terkendala pada audit kerugian negara di BPK. Pada pemeriksaan awal, BPK menyatakan ada beberapa bahan yang harus dilengkapi penyidik,” kata Munawal.
Menurut Munawal, jika hasil audit kerugian negara sudah diketahui, maka kasus tersebut bisa segera dilimpahkan ke pengadilan. Sebab, penyelesaian kasus tersebut tinggal menunggu perhitungan kerugian negara.
Terkait dengan tersangka, Munawal mengatakan masih satu orang atas nama Dendi, sebelumnya menjabat Direktur Perikanan Nusantara, perusahaan rekanan pengadaan keramba jaring apung.
“Menyangkut jumlah tersebut, masih satu orang. Tidak tertutup kemungkinan ada penambahan tersangka baru. Penambahan tersangka tergantung pengembangan penyidikan,” kata Munawal.
Kejati Aceh mulai menyelidiki dugaan korupsi pengadaan proyek percontohan budi daya ikan lepas pantai pada Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya Direktorat Pakan dan Obat Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI tersebut sejak 2018.
Proyek tersebut dilaksanakan pada 2017 dengan anggaran Rp50 miliar. Proyek pengadaan tersebut dimenangkan PT Perikanan Nusantara dengan nilai kontrak Rp45,58 miliar.
Hasil temuan penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh, pekerjaan dikerjakan tidak sesuai spesifikasi. Perusahaan juga tidak bisa menyelesaikan pekerjaan 100 persen. Pekerjaan diselesaikan pada Januari 2018, sedangkan pencairan sudah dibayarkan pada 29 Desember 2017.
Selain itu juga terdapat indikasi kelebihan bayar. Kementerian Kelautan dan Perikanan membayar 89 persen dari seharusnya 75 persen pekerjaan. Total yang dibayarkan Rp40,8 miliar lebih dari nilai kontrak Rp45,58 miliar.
Dalam kasus ini, tim penyidik Kejati Aceh menyita delapan keramba apung beserta jaringnya, satu unit tongkang pakan ikan. Kemudian, satu paket sistem distribusi pakan, dan pipa pakan.
Serta, satu set sistem kamera pemantau, satu unit kapal beserta perangkatnya. Semua barang yang disita tersebut berada di beberapa tempat di Pulau Weh, Kota Sabang.
Selain menyita aset, tim penyidik juga menyita uang tunai Rp36,2 miliar. Uang tersebut diserahkan langsung dalam bentuk tunai oleh PT Perikanan Nusantara kepada Kejaksaan Tinggi Aceh.(Anjas)