Kata Dewi Suharto, lewat peringatan hari kemanusiaan se-dunia, semua pihak akan mendengar langsung dari anak-anak mengenai risiko tinggal di daerah rawan bencana, dan atau yang terdampak bencana alam, maupun perubahan iklim terutama selama situasi pandemi COVID-19.
“Dalam satu pekan terakhir saja, kita mendengar berbagai kejadian bencana alam yang terjadi di Indonesia, seperti erupsi Gunung Sinabung di Sumatera Utara, hujan dengan intensitas tinggi yang memicu banjir di beberapa daerah, gempa bumi yang terjadi di Sumba Barat Daya, dan kebakaran hutan dan lahan di Jawa Timur. Dengan letak geografis dan situasi perubahan iklim saat ini, membuat hampir seluruh wilayah di Indonesia berisiko terhadap bencana alam,” sebutnya.
Menurut BNPB, selama masa pandemi COVID-19 terhitung sejak April-Juni, tercatat 734 kejadian bencana alam. Jika dirata-ratakan, terdapat delapan kejadian bencana per hari selama tiga bulan. Jumlah populasi terpapar oleh berbagai ancaman bencana di Indonesia 33 persennya merupakan anak.
Dewi Suharto mengemukakan kondisi ini membuat anak-anak sangat berisiko terinfeksi COVID-19 dan sudah ada yang kehilangan nyawa. Risiko lainnya yang dihadapi adalah kehilangan akses pada layanan kebutuhan dasar, kehilangan hak pendidikan, dan terancam mengalami kekerasan.
Meski anak merupakan salah satu kelompok rentan, namun YSTC percaya bahwa anak-anak sebagai generasi penerus bisa menyampaikan aspirasi maupun harapan mereka dalam situasi sulit ini.
“Proses partisipasi mereka hari ini perlu kita dengarkan secara bermakna, karena hak anak untuk berpartisipasi juga merupakan salah satu mandat dari Konvensi Hak Anak, yang telah di ratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990. Maka dari itu telah menjadi komitmen bagi kita untuk mewujudkan pemenuhan hak dan perlindungan seluruh anak Indonesia. Kehadiran dan tanggapan kita untuk mendengarkan suara mereka sangat penting untuk memastikan masa depan yang aman bagi anak,” tambahnya. (Anjas)