Tekad Erdogan Salat Jumat di Hagia Sophia Disambut Kecewa AS Hingga Rusia

oleh
oleh
melihat-lebih-dekat-hagia-sophia-3_169

Istanbul, KRSumsel – Diumumkannya bangunan bersejarah, Hagia Sophia menjadi masjid disambut kekecewaan oleh Amerika Serikat (AS) hingga Rusia. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan meminta semua pihak menghargai keputusan atas pengubahan status Hagia Sophia.

Seperti dikutip dari AFP, Sabtu (11/7), Erdogan mengatakan pada 24 Juli mendatang, Hagia Sophia akan dibuka lagi untuk beribadah. Erdogan menyebut Hagia Sophia sebagai warisan umat manusia. Meski berstatus sebagai masjid, Erdogan berjanji Hagia Sophia terbuka untuk siapa saja.

“Pintu Hagia Sophia akan terbuka lebar untuk penduduk lokal dan asing, Muslim dan non-Muslim,” ujar kata Erdogan.

Sejarahnya, Hagia Sophia dibangun pertama kali sebagai gereja katedral oleh Kekaisaran Bizantium Kristen sejak 1500 tahun yang lalu. Kemudian, bangunan itu diubah statusnya menjadi masjid setelah penaklukan Konstantinopel oleh Ottoman pada 1453.

Lalu, status Hagia Sophia diubah menjadi museum pada tahun 1934 dan ditetapkan sebagai situs Warisan Dunia oleh UNESCO. Seiring berjalannya waktu, Hagia Sophia menjadi salah satu tempat wisata yang paling sering dikunjungi wisatawan di Istanbul.

Erdogan menuturkan, tekadnya untuk mengubah status Hagia Sophia menjadi masjid sudah lama. Dia berulang kali menyerukan agar bangunan yang menakjubkan itu diganti namanya menjadi masjid dan pada 2018 ia membacakan sebuah ayat dari Alquran di Hagia Sophia.

Pengumuman Erdogan lalu datang setelah pengadilan tinggi membatalkan keputusan kabinet 1934 di bawah pendiri Turki modern Mustafa Kemal Ataturk untuk melestarikan Hagia Sophia yang diubah dari gereja ke masjid menjadi museum.

Pengadilan tinggi Turki memutuskan bahwa “tidak ada ketentuan apa pun dalam konvensi (tentang Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia) yang mencegah…penggunaan Hagia Sophia sesuai dengan hukum domestik”.

Erdogan kemudian menandatangani keputusan presiden yang menyerahkan kendali ‘Masjid Hagia Sophia’ kepada direktorat urusan agama Turki, Diyanet.

“Kami membuat keputusan ini tidak melihat apa yang orang lain katakan tetapi melihat apa hak kami dan apa yang diinginkan negara kami, seperti apa yang telah kami lakukan di Suriah, di Libya dan di tempat lain,” kata pemimpin Turki itu.

Keputusan itu kemudian bersambut kekecewaan sejumlah negara. Pemerintah Amerika Serikat mengatakan bahwa pihaknya ‘kecewa’ dengan keputusan Turki untuk mengubah monumen era Bizantium, Hagia Sophia kembali menjadi masjid. AS pun mendesak akses yang sama bagi semua pengunjung.

“Kami kecewa dengan keputusan pemerintah Turki untuk mengubah status Hagia Sophia,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Morgan Ortagus seperti dilansir kantor berita AFP.

“Kami memahami bahwa pemerintah Turki tetap berkomitmen untuk mempertahankan akses ke Hagia Sophia untuk semua pengunjung, dan berharap untuk mendengar rencananya untuk melanjutkan pengelolaan Hagia Sophia untuk memastikannya tetap dapat diakses tanpa hambatan untuk semua,” imbuhnya.

Kecaman keras juga datang dari Yunani yang menyebut keputusan tersebut sebagai ‘provokasi terbuka bagi seluruh dunia beradab’. Menteri Kebudayaan Yunani, Lina Mendoni mengatakan putusan pengadilan itu ‘benar-benar menegaskan bahwa tidak ada keadilan independen’ di Turki.

“Nasionalisme yang diperlihatkan oleh Presiden (Turki) (Recep Tayyip) Erdogan … membawa negaranya mundur enam abad,” ujar Mendoni.

Rusia juga turut menyesalkan keputusan Turki itu. Kekecewaan sebelumnya juga telah disampaikan gereja Ortodoks Rusia.

Dalam situs Kementerian Luar Negeri Rusia, juru bicara Maria Zakharova mengatakan Moskow “mencatat dengan menyesalkan” keputusan Turki mengenai situs Warisan Dunia UNESCO itu.

Komentar Zakharova muncul setelah Wakil Menteri Luar Negeri Sergei Vershinin mengatakan kepada wartawan bahwa Rusia memandang langkah itu sebagai “urusan dalam negeri Turki di mana kami dan orang lain tidak boleh ikut campur.”

Rusia mengandalkan manajemen Hagia Sophia untuk “sepenuhnya mematuhi status situs UNESCO,”.

“Kami mengharapkan keputusan apa pun tentang museum unik ini untuk memperhitungkan signifikansi uniknya bagi orang-orang beriman di seluruh dunia,” ujarnya.

Uni Eropa juga ternyata memiliki pandangan yang berseberangan dengan Turki atas keputusan mengubah status Hagia Sophia. Para menteri luar negeri dari 27 negara anggota UE mengatakan bahwa mereka “mengutuk keputusan untuk mengubah monumen simbolik seperti Hagia Sophia,” kata pejabat tinggi kebijakan luar negeri Uni Eropa (UE) Josep Borrell.

“Keputusan ini pasti akan memicu ketidakpercayaan, mempromosikan perpecahan baru antara komunitas agama dan merusak upaya kita dalam dialog dan kerja sama,” katanya setelah pertemuan tatap muka pertama para menteri luar negeri Uni Eropa dalam beberapa bulan di masa pandemi COVID-19.

Borrell menambahkan ada “dukungan luas untuk menyerukan pihak berwenang Turki untuk segera mempertimbangkan dan membalikkan keputusan ini.”(*)

SUMBER