Jakarta, KRSumsel – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menggulirkan rencana redenominasi alias penyederhanaan nilai mata uang. Penyederhanaan dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol seperti Rp 1.000 menjadi Rp 1 atau Rp 100.000 menjadi Rp 100
Sebenarnya rencana ini tidak baru karena bergulir sejak Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) masih dijabat oleh Darmin Nasution. Setelah Darmin selesai menjadi Gubernur BI, rencana redenominasi dilanjutkan Gubernur BI berikutnya Agus Martowardojo.
Sebelumnya pemerintah juga pernah mengeluarkan ilustrasi uang redenominasi pada medio 2013 lalu. Dalam ilustrasi tersebut, terdapat dua desain baru uang rupiah yang sudah disederhanakan nilainya, dan uang yang dipakai bernilai Rp 100.000, Rp 50.000 dan Rp 20.000
Model pertama, saat masa transisi redenominasi. Dalam tampilan ini desain uang masih sama, cuma nilai nominalnya sudah dipangkas, yaitu Rp 100.000 menjadi Rp 100, Rp 50.000 menjadi Rp 50, dan Rp 20.000 menjadi Rp 20.
Model kedua, setelah redenominasi berlaku. Dalam tampilan ini, desain uang sudah berubah dan nilai nominalnya sudah dipangkas seperti di atas.
![]() |
Sebagai informasi, rencana redenominasi yang digulirkan kembali itu tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024. Ada 19 Program Legislasi Nasional Jangka Menengah Tahun 2020-2024 yang akan menjadi fokus Kemenkeu, salah satunya RUU Redenominasi.
Sementara itu, ada dua alasan Kemenkeu menjadikan rencana ini masuk ke dalam program prioritas. Mengutip PMK 77 tahun 2020, Selasa (7/7/2020), berikut dua alasan tersebut:
a. Menimbulkan efisiensi perekonomian berupa percepatan waktu transaksi, berkurangnya risiko human error, dan efisiensi pencantuman harga barang/jasa karena sederhananya jumlah digit Rupiah.
b. Menyederhanakan sistem transaksi, akuntansi dan pelaporan APBN karena tidak banyaknya jumlah digit Rupiah.(*)