Pada suatu hari, Si Tanggang terlihat sebuah kapal besar berlabuh di muara sungai yang dekat dengan rumahnya. Si Tanggang pergi bertemu dengan Nakhoda kapal itu dan meminta untuk dijadikan krunya. Nakhoda kapal itu langsung setuju karena telah melihat efisiensi Si Tanggang bersampan dan bekerja.
Meskipun Si Talang dan Si Deruma sangat keberatan untuk melepaskan Si Tanggang berlayar sesuai kapal Nakhoda itu, mereka terpaksa mengalah. Si Tanggang berjanji akan kembali ke desa setelah menjadi kaya.
Si Tanggang melakukan apa saja pekerjaan yang diperintahkan oleh Nakhoda. Nakhoda sangat suka dengannya karena dia rajin bekerja. Lalu, Si Tanggang pun diambil sebagai anak angkat. Bila Nakhoda menjadi uzur, maka Si Tanggang ditunjuk menjadi nakhoda baru. Dia disebut Nakhoda Tanggang.
Si Tanggang efisien dan pandai berbisnis. Namanya menjadi terkenal. Jadi dia diundang oleh Sultan ke istana. Tidak lama kemudian, Si Tanggang pun menikah dengan putri Sultan. Si Tanggang membawa istrinya berlayar ke banyak tempat di seluruh negeri.
Pada suatu hari, kapal Si Tanggang berlabuh di muara sungai desa asal-usulnya. Orang kampung mengetahui nakhoda kapal itu Si Tanggang. Mereka pun mengatakan kepada orang tuanya.
“Anak kita sudah pulang. Marilah kita pergi tengok “kata Si Talang.
“Ya, aku rindukan Si Tanggang. Kabarnya dia sudah kaya sekarang, “kata Deruma dengan gembira. Si Talang dan Si Deruma pun pergilah mengayuh sampan menuju ke kapal Nakhoda Tanggang. Si Deruma membawa makanan favorit Si Tanggang, yaitu pisang salai.
Ketika tiba di kapal, seorang anak kapal melarang mereka naik. Seketika kemudian, Si Tanggang muncul dengan istrinya.
“Siapakah kedua orang tua ini?” Tanya Si Tanggang kepada krunya.
“Mereka mengaku sebagai orang tua tuan,” jawab anak kapal itu.
“Betulkah mereka ini orang tua kanda?” Tanya istri Si Tanggang.