Jakarta, KRSUMSEL.com — BPJS Kesehatan menyatakan keuangan mereka akan tetap akan defisit pada 2020 meski iuran peserta kembali dinaikkan Jokowi mulai Juli mendatang. Namun, manajemen optimistis defisit bisa ditekan dengan aturan baru soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang baru.
Aturan kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
“Kalau nanti Perpres 64 Tahun 2020 berjalan, kami hampir tidak defisit. Kurang lebih bisa diseimbangkan antara cash in cash out,” ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dalam video conference, Kamis (14/5).
Namun, Fachmi mengaku belum bisa memperkirakan besaran defisit BPJS Kesehatan yang bisa dihasilkan dari kenaikan iuran mulai Juli mendatang. Menurutnya, hal itu masih harus dihitung secara lebih rinci.
“Saya belum bisa sampaikan karena banyak variabel lain yang harus dilihat,” imbuh Fahmi.
Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Keuangan (Menkeu) Bidang Pengeluaran Negara Kunta Dasa memproyeksi kenaikan iuran pada Juli 2020 berpotensi membuat keuangan BPJS Kesehatan surplus sebesar Rp1,76 triliun tahun ini.
Dengan kondisi keuangan yang membaik, maka diharapkan pelayanan kesehatan di rumah sakit juga meningkat.
“Dengan kondisi (kenaikan iuran BPJS Kesehatan per Juli 2020) maka keuangan 2020 bisa surplus Rp1,76 triliun,” kata Kunta.
Namun, Kunta menyebut jika tak ada kenaikan iuran tahun ini maka keuangan BPJS Kesehatan bakal defisit sebesar Rp6,9 triliun. Kemudian, defisit diproyeksi kian melebar pada 2021 mendatang.
“Ini dampak pembatalan putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan,” jelas Kunta.
Namun, proyeksi berubah seiring dengan terbitnya aturan baru soal kenaikan iuran yang hampir 100 persen pada Juli nanti.
Sebagai informasi Jokowi melalui Perpres 64 Tahun 2020 memutuskan menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) atau peserta mandiri secara bertahap mulai Juli 2020.
Keputusan ini dilakukan tak lama setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen yang diberlakukan Jokowi mulai awal 2020 lalu.
Bagi peserta mandiri dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I, iuran naik dari Rp80 ribu menjadi Rp150 ribu atau 87,5 persen per orang per bulan. Kenaikan mulai berlaku 1 Juli 2020.
Bagi peserta mandiri dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II, iuran naik dari Rp51 ribu menjadi Rp100 ribu atau 89,07 persen per orang per bulan mulai 1 Juli 2020. Kenaikan mulai berlaku 1 Juli 2020.
Bagi peserta mandiri dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III, iuran naik dari Rp25.500 menjadi Rp35 ribu atau 37,25 persen per orang per bulan mulai 2021. Kenaikan mulai berlaku 2021. (CNN)
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200514135412-78-503362/bpjs-kesehatan-klaim-iuran-naik-belum-bantu-atasi-defisit