Soal Penanganan Corona, Komnas HAM Soroti Dugaan Dana Bansos Disunat-PHK

oleh

Soal Penanganan Corona, Komnas HAM Soroti Dugaan Dana Bansos Disunat-PHK KRSUMSEL.COM – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai ada banyak catatan persoalan di tengah pandemi Corona yang masih belum tertangani dengan baik oleh pemerintah. Salah satu yang disorot adalah kebijakan penghentian operasi kereta rel listrik (KRL) selama PSBB.
“Misal soal KRL, walau ada pemerintah kabupaten dengan nada yang agak tinggi, beberapa pemerintah daerah di Jabodetabek, misalnya Kabupaten Bogor, meminta KRL disetop dulu, tapi itu tidak diindahkan,” kata Komisioner Pengkajian dan Penelitian COVID-19 Komnas HAM RI, Choirul Anam, dalam video konferensi, Selasa (21/4/2020).
Anam menyebut pemerintah juga tidak melihat adanya kondisi darurat Corona di wilayah Papua. Selain itu, Komnas HAM menyoroti banyaknya para buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) imbas Corona. Seharusnya, lanjut Anam, ada treatment yang bisa menjamin kebutuhan buruh.
“Angka PHK kita ketahui sangat besar, hanya memang harus ada treatment, ada jaminan buruh yang harus dipenuhi. Tapi juga ada perusahaan yang harus diperhatikan, agar ketika situasi normal kembali buruh bisa kembali kerja,” katanya.
Komnas HAM juga menyoroti penyaluran bantuan sosial yang tidak tepat sasaran. Bahkan, katanya, di Depok terjadi pemotongan bantuan yang kemudian akan dilakukan investigasi secara mendalam.
“Kami masih menemukan ketidakakuratan data sehingga ini kurang tepat sasaran. Ini terjadi di beberapa tempat ya, ada di DKI Jakarta, terus ada di tempat lain juga ada. Yang juga menyedihkan adalah adanya pemotongan terhadap bantuan, ini terjadi di Depok. Komnas Depok sedang lakukan investigasi. Semoga segera bisa dibuka ke publik dan tidak terulang lagi di tempat lain,” tuturnya.
Adapun Komnas HAM menemukan ada 16 mantan napi yang melakukan tindak kriminal setelah mendapat asimilasi. Komnas HAM meminta pemerintah mencabut hak asimilasi bagi mereka yang berulah kembali.
Anam mengimbau seluruh lapisan masyarakat mengawasi para napi yang dibebaskan. Pembebasan napi ini berstatus bebas bersyarat, yang artinya harus ada kontrol penuh di lingkungan masyarakat, terutama di tingkat RT.
Pemulangan TKI yang nantinya akan di isolasi selama 14 hari juga harus diperhatikan.
“Soal keluarga TKI, informasi yang kami terima memang jumlahnya besar pulang lagi ke Indonesia. Pertama, masalahnya adalah tata kelola belum cukup komprehensif, yang ada baru soal bahwa mereka akan diisolasi 14 hari. Tapi bagaimana dengan kehidupan dan lain sebagainya belum kelihatan. Apakah mereka disamakan dengan buruh biasa atau masyarakat biasa yang terdampak,” katanya.
Pemerintah, disebut Anam, juga tak menelisik lebih jauh terkait jalan-jalan tikus yang menghubungkan Kalimantan Barat dengan Malaysia. Pemerintah dirasa perlu melakukan kontrol karena khawatir ada mereka yang menjadi carrier dan melewati jalan tersebut.
Lebih lanjut, Komnas HAM menemukan adanya pendekatan secara koersif atau pemukulan di beberapa daerah bagi para pelanggar PSBB. Anam ingin agar aparat penegak hukum menggunakan pendekatan humanis dalam pelaksanaannya.
“Hal ini karena belajar dari berbagai negara dalam mengatasi COVID-19 yang sifatnya massal dan meluas, membangun kesadaran adalah kunci suksesnya pelaksanaan pembatasan sosial seperti PSBB,” katanya.(idn/idn)